Suaraindo.id – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 yang berlangsung pada Rabu, 27 November, menjadi tonggak sejarah dengan pemilihan 37 gubernur, 93 wali kota, dan 415 bupati di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil perhitungan cepat dari beberapa lembaga survei, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus berhasil menguasai sejumlah wilayah strategis, termasuk Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Namun, DKI Jakarta mencatatkan perlawanan yang kuat, membuat hasilnya masih belum pasti.
Koalisi Besar Dominasi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat
Menurut Saidiman Ahmad, peneliti dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), hampir semua wilayah besar dimenangkan oleh koalisi besar, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Di Jawa Tengah, meskipun pasangan Andika kalah, perolehan suara mereka cukup signifikan, mencapai sekitar 40 persen. Di Jawa Timur, meski Khofifah unggul dengan sekitar 60 persen, suara dari calon PDIP, seperti Bu Risma, cukup mencuri perhatian dengan raihan sekitar 30 persen. Saidiman mengapresiasi adanya perlawanan meskipun koalisi besar mendominasi.
Namun, ia juga menyoroti kecenderungan partai-partai politik di Indonesia untuk lebih memilih bergabung dalam koalisi besar, dan bukan berkompetisi secara sehat, terutama di daerah-daerah strategis seperti Jakarta dan beberapa wilayah di Jawa.
DKI Jakarta: Selisih Tipis dan Ketegangan Politik
Sementara itu, DKI Jakarta mencatatkan situasi yang lebih sengit. Berdasarkan hasil hitung cepat yang dirilis oleh berbagai lembaga survei, pasangan Pramono Anung-Rano Karno unggul sementara dengan selisih tipis, memperoleh sekitar 50-51 persen suara, sedangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono mengumpulkan sekitar 38-39 persen suara. Pasangan Dharma Pongrekun-Kun berada di posisi ketiga dengan suara sekitar 10 persen.
Meskipun hasil hitung cepat menunjukkan Pramono Anung-Rano Karno unggul sementara, selisih suara yang sangat tipis membuat lembaga survei meminta publik untuk menunggu hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan diumumkan pada 16 Desember 2024.
Mengapa Ridwan Kamil-Suswono Kalah di Jakarta?
Lili Romli, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, menilai bahwa meskipun Ridwan Kamil mendapatkan dukungan dari KIM Plus, mesin politik partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar kurang berjalan optimal. Ia menyebutkan bahwa ada resistensi dari warga Jakarta, terutama karena Ridwan Kamil bukan merupakan warga asli Jakarta. Hal ini mempengaruhi citra dan penerimaan publik terhadapnya, yang pada akhirnya membuat sebagian besar warga Jakarta lebih memilih pasangan Pramono Anung-Rano Karno.
Selain itu, dukungan dari tokoh-tokoh seperti Anies Baswedan dan Ahok memberikan dorongan kuat bagi pasangan Pramono-Anung, sementara Ridwan Kamil dianggap kurang mampu mengonsolidasikan dukungan dari mesin politik partainya.
Kualitas Demokrasi dan Dampak Koalisi Besar
Saidiman Ahmad juga mengkritisi kualitas demokrasi yang muncul dalam Pilkada serentak kali ini. Ia menilai bahwa adanya kecenderungan partai-partai besar untuk berkoalisi telah mengurangi kompetisi yang sehat di banyak daerah. Hal ini berdampak pada melemahnya prinsip checks and balances yang menjadi fondasi demokrasi. PDI Perjuangan, yang mampu mendukung calon sendiri di daerah strategis, seperti yang terlihat di beberapa provinsi, menjadi contoh bagaimana koalisi besar mendominasi proses pemilihan, sementara partai-partai kecil terpinggirkan.
Menunggu Hasil Resmi KPU
Hasil resmi penghitungan suara di seluruh daerah akan diumumkan oleh KPU pada 16 Desember 2024. Masyarakat diminta untuk menunggu pengumuman final tersebut, meskipun hasil sementara menunjukkan dominasi koalisi besar di banyak wilayah, dengan DKI Jakarta yang masih menjadi perhatian utama dengan selisih suara yang sangat tipis.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS