Kanker Anak di Indonesia: Tantangan Besar dalam Deteksi dan Penanganan

  • Bagikan
ILUSTRASI- Para orang tua membawa anak-anak mereka ke rumah sakit untuk mendapatkan vaksinasi di Tambun, Jawa Barat, 15 Juli 2016. SUARAINDO.ID/SK

Suaraindo.id – diperkirakan terdapat sekitar 10 ribu kasus baru kanker anak setiap tahunnya. Namun, hanya 20 persen dari jumlah tersebut yang berhasil terdeteksi dan mendapatkan penanganan di fasilitas kesehatan yang memadai.

Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi-Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Eddy Supriyadi, mengungkapkan bahwa dari total 80 juta anak di Indonesia, sekitar 10 ribu di antaranya mengalami kasus baru kanker setiap tahun. Sayangnya, hanya sekitar dua ribu anak yang mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan yang memiliki sarana dan tenaga medis yang memadai.

“Artinya, ada sarana kesehatan, dokter, serta fasilitas pendukung lainnya yang sering kita sebut dengan supportive care, yang mencakup gedung, farmasi, dan tenaga medis,” ujar Eddy Supriyadi dalam media briefing bertema Kanker pada Anak, dikutip dari VoA Indonesia, Selasa (4/2/2025).

Eddy menyoroti kesenjangan dalam distribusi fasilitas layanan kanker anak di Indonesia. Saat ini, terdapat 15 pusat layanan kanker yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa.

“Kalau kita lihat, semuanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, di mana 60 persen penduduk Indonesia tinggal. Namun, untuk Kalimantan hanya ada dua pusat layanan, yakni di Balikpapan dan Banjarmasin. Di Sulawesi, layanan hanya tersedia di Manado dan Makassar,” jelasnya.

Lebih lanjut, hingga saat ini belum tersedia fasilitas khusus kanker anak di Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat, yang menjadi tantangan besar dalam pemerataan layanan kesehatan.

Pada 2018, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan program Inisiatif Global untuk Kanker Anak, yang bertujuan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup anak penderita kanker hingga 60 persen pada 2030.

Di negara maju, tingkat kesintasan atau survival rate kanker anak mencapai hampir 80 persen, sementara di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih berada pada kisaran 20-25 persen. Indonesia sendiri menargetkan peningkatan tingkat kesintasan menjadi 50 persen pada 2030.

Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menekankan bahwa deteksi dini merupakan kunci utama dalam menangani kanker anak. Dengan diagnosis dini, pengobatan dapat dilakukan lebih cepat dan memberikan peluang kesembuhan lebih besar.

“Pemeriksaan kesehatan gratis saat ulang tahun yang dicanangkan pemerintah bisa menjadi kesempatan untuk mendeteksi kanker anak lebih awal,” ujar Piprim.

Ia juga menekankan pentingnya deteksi dini tidak hanya di kota besar, tetapi juga di daerah terpencil. Peran komunitas sangat dibutuhkan dalam mendukung anak-anak penderita kanker agar mendapatkan pengobatan yang layak.

“Anak-anak yang terjangkit kanker membutuhkan dukungan dari komunitasnya. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada anak, tetapi juga pada keluarga mereka, baik secara emosional maupun finansial,” tambahnya.

Menurut data Kementerian Kesehatan RI 2024, dua jenis kanker yang paling sering menyerang anak-anak di Indonesia adalah leukemia dan limfoma. Data Globocan 2020 mencatat bahwa dari total 11.156 kasus kanker anak di Indonesia, leukemia menyumbang 34,8 persen, diikuti kanker getah bening dan kanker otak masing-masing sebesar 5,7 persen.

Berdasarkan data WHO 2021, tingkat kesembuhan kanker anak di Indonesia masih di bawah 30 persen. Hal ini disebabkan oleh keterlambatan diagnosis akibat gejala kanker yang sering kali tidak dikenali sejak dini, sehingga pengobatan menjadi kurang optimal.

Dengan berbagai tantangan yang masih dihadapi, peningkatan kesadaran masyarakat, pemerataan fasilitas kesehatan, serta peran aktif pemerintah dan komunitas sangat diperlukan untuk meningkatkan angka keberhasilan penanganan kanker anak di Indonesia.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan