Suariando.id – Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus mengusut tuntas dugaan suap dan gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang menyeret tiga korporasi sawit raksasa. Terbaru, dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom, diperiksa sebagai saksi kunci.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, membenarkan bahwa kedua hakim merupakan anggota majelis yang menjatuhkan putusan ontslag terhadap perkara yang melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
“Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan suap dan/atau gratifikasi yang sedang berjalan,” ujar Harli, Sabtu (13/4/2025).
Putusan kontroversial tersebut dibacakan pada 19 April 2024 oleh majelis hakim Tipikor PN Jakarta Pusat yang terdiri dari Djuyamto (ketua), Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom (anggota). Dalam amar putusannya, majelis menyatakan bahwa tiga perusahaan tersebut telah melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan jaksa, namun anehnya menyatakan bahwa perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.
Majelis bahkan memerintahkan agar seluruh hak dan martabat para terdakwa dikembalikan, seolah tidak pernah terjadi proses hukum.
Dalam pengembangan kasus, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu:
Muhammad Arif Nuryanta (MAN), mantan Wakil Ketua PN Jakpus yang kini menjabat Ketua PN Jaksel
Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara
Dua advokat, berinisial MS dan AR
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa suap sebesar Rp60 miliar diduga diberikan oleh kedua advokat kepada MAN, melalui WG, guna mengatur arah putusan dan mempengaruhi majelis hakim.
“Dugaan suap dilakukan untuk memastikan majelis memutuskan putusan lepas terhadap para terdakwa korporasi,” jelas Qohar.
Kejagung menegaskan bahwa proses penyidikan masih berlanjut dan tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan hakim lain dalam skandal besar ini. Pemeriksaan terhadap dua hakim aktif ini menjadi pintu masuk untuk menguak jaringan peradilan yang terkontaminasi oleh kekuatan modal.
“Kami akan menelusuri seluruh aliran dana dan komunikasi yang mengarah pada intervensi terhadap putusan pengadilan,” imbuh Harli.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS