Suarando.id – Kasus sengketa kepemilikan lahan kembali mencuat di Kalimantan Barat. Kali ini, sengketa tersebut menyeret nama Bank Kalbar, terkait lahan seluas kurang lebih 4 hektare yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Tanjung Hulu, Kecamatan Pontianak Timur, yang diklaim milik ahli waris Syarif Zain.
Kuasa hukum ahli waris, Debby Yasman Adiputra, menjelaskan bahwa tanah tersebut dibeli orang tua kliennya sejak tahun 1963 berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 249. Namun pada 1981, almarhum Syarif Zain memberikan kuasa kepada seseorang berinisial SM untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah.
“Alih-alih mengurus sertifikat, SM justru diduga membuat akta jual beli tanah baru bernomor 248 tahun 1963 yang seolah-olah menunjukkan pembelian tanah dari pihak yang sama, namun dengan luas berbeda yakni 3,1 hektar,” ungkap Debby saat konferensi pers pada Rabu (7/5/2025).
Akta tersebut kemudian digunakan SM untuk mengajukan permohonan sertifikat ke kantor pertanahan dan terbitlah sertifikat nomor 46 tahun 1983. Tanah tersebut kemudian dijual kepada seseorang berinisial A yang diduga merupakan karyawan dari Bank Kalbar.
Syarif Zain sebagai pemilik lahan merasa tidak pernah menjual lahan tersebut lalu melaporkannya kepada Polresta Pontianak pada tahun 2000 dengan terlapor berinisial SS, yang namanya tercantum dalam sertifikat nomor 46 tahun 1983.
“Dari hasil penyelidikan, SS diketahui tidak mengetahui apapun mengenai sertifikat nomor 46 tahun 1983, pelaku yang diduga menggelapkan dan memalsukan surat milik Syarif Zain adalah SM,” ujar Debby.
Debby menjelaskan bahwa alas hak berupa akta jual beli nomor 248 tahun 1963 telah di uji di laboratorium forensik Mabes Polri dan dinyatakan palsu.
“Akta jual beli nomor 248 itu sudah disita polisi sebagai barang bukti,” ujar Debby.
Lebih lanjut Debby menjelaskan bahwa terduga pelaku yaitu SM telah meninggal dunia sehingga pihak kepolisian menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3). Akan tetapi meskipun begitu, alas hak yang telah dinyatakan palsu seharusnya tidak dapat digunakan lagi oleh siapapun.
“Tahun 2022, Syarif Zain datang meminta pendampingan hukum kepada kami, karena diatas tanahnya terdapat pengumuman yang tertulis SHGB nomor 107 dengan luas 38.471 meter persegi pemilik dana pensiun Bank Pemerintah Daerah Kalbar,” jelas Debby.
Setelah menerima kuasa tersebut, pihaknya mengajukan laporan ke Polresta Pontianak atas dugaan penggunaan surat palsu berdasarkan pasal 263 ayat 2 KUHP. Dari pengaduan tersebut, diketahui bahwa SHGB nomor 107 merupakan hasil pemisah dari sertifikat nomor 46 yang telah dinyatakan bermasalah.
“Harusnya pemisahan sertifikat nomor 46 itu tidak bisa dilakukan, karena alas hakny telah dinyatakan palsu. Meski kasus ini telah dihentikan, tetap akan ada upaya hukum yang diambil ahli waris untuk memperjuangkan hak-haknya,” tegas Debby.
Aditya Chaniago, kuasa hukum lainnya menyampaikan bahwa pihaknya juga akan mengajukan gugatan perdata terhadap dana pensiun Bank Kalbar sebagai dewan pengawas atas pengelolaan dana investasi.
“Ada dugaan tetapi kami berusaha membuktikan, sertifikat nomor 46 tahun 1983 yang statusnya dalam sita penyidik telah digunakan untuk menerbitkan SHGB nomor 107 atas nama dana pensiun bank milik Pemerintah Daerah Kalbar melibatkan mafia tanah,” tegas Aditya.
Selain itu, pihak Bank Kalbar sendiri melalui Humas, Irfan mengatakan belum mengetahui secara detail proses pembelian tanah tersebut, ia menjelaskan bahwa dana pensiun sebagai pembeli merupakan anak perusahaan dengan struktur kepengurusan tersendiri.
“Saya coba cari informasi dulu ke Dapen ya, setelah itu akan kami konfirmasi,” jawab Irfan
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS