Terkait Penggalian Parit Gajah, PT Laot Bangko Akui Kurang Koordinasi dengan Pemerintah

  • Bagikan
Rapat PT Laot Bangko dan Masyarakat berlangsung di kantor camat yang difasilitasi oleh Muspika Penanggalan. (Suaraindo.id/Agus Darminto)

Suaraindo.id – Pihak perusahaan PT Laot Bangko mengakui kurangnya koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan Pemerintah Kota Subulussalam terkait penggalian parit gajah.

Hal ini disampaikan Asnadi, Manajer PT Laot Bangko dalam rapat penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dan PT Laot Bangko, berlangsung di Kantor Camat Penanggalan, Kota Subulussalam, Selasa (20/5/2025).

Rapat tersebut sebagai respon Camat Penanggalan, Cari Dengan Bancin, SE khususnya Muspika Penanggalan dalam memediasi dan mencari solusi persoalan warga dan perusahaan.

Sebelumnya, pada Rabu (14/5) parit gajah yang digali PT Laot Bangko berukuran sekitar 3 meter mendapat protes dari masyarakat.

Dalam rapat itu, Camat Penanggalan menekankan pentingnya penyelesaian konflik lahan secara damai dan berkeadilan.

“Perlunya kerja sama antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah untuk menemukan solusi terbaik secara partisipatif dan transparan,” kata Cari Bancin.

Sementara itu, Asnadi Manajer PT Laot Bangko mengungkapkan bahwa penggalian parit gajah yang dilakukan pihak perusahaan bertujuan untuk mengindari ninja sawit atau aksi pencurian buah kelapa sawit milik perusahaan.

“Pembuatan parit gajah sebagai solusi terhadap maraknya pencurian TBS, perambahan, gangguan ternak, dan pengamanan aset.

“Berdasarkan perbandingan koordinat HGU lama dan baru, pergeseran hanya kurang lebih 100 hektare ke dalam,” ujar Asnadi.

Manajer Perusahaan PT Laot Bangko itu juga mengakui kekurangan dalam hal koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan pemerintah.

Menjawab tuntutan masyarakat mengenai akses yang terganggu, dia menjawab bahwa pihak perusahaan bersedia untuk membuat jalan baru sebagai solusi.

Lebih lanjut dikatakan, terkait dengan penggalian parit yang melibatkan pihak ke tiga, untuk sementara waktu akses yang diklaim masyarakat masih ditunda.

“Perusahaan berharap proses ini tidak dihentikan karena menimbulkan beban operasional yang besar,” ujar Asnadi.

Perwakilan dari Desa Penuntungan mengungkapkan pembuatan parit batas di bantaran sungai dianggap tidak tepat dan harus dihentikan.

“Kampong Penuntungan adalah wilayah Transmigrasi yang memiliki lahan R.

Pembuatan parit batas di bantaran sungai tidak tepat dan harus dihentikan,” ujar salah satu warga Penuntungan.

Dalam rapat tersebut, masyarakat juga merasa keberatan atas penguasaan lahan oleh PT Laot Bangko yang dinilai melampaui batas wilayah adat dan kepemilikan.

Mereka mendesak agar dilakukan verifikasi ulang batas-batas HGU oleh TIM Independen.

Kesepakatan Sementara Tertuang Dalam Notulen Rapat Tersebut Antara Lain:

Masyarakat diminta menyiapkan alas hak dan data pendukung atas tanah yang dikuasi sebagai bahan peninjauan lapangan.

Kemudian disepakati pembangunan jalan alternatif bagi masyarakat oleh perusahaan.

Kemudian disepakati pembentukan Tim Verifikasi Lapangan yang melibatkan seluruh pihak terkait dan semua pihak menyatakan komitmen untuk menjaga situasi tetap kondusif.

Rapat tersebut dihadiri, Camat Penanggalan, Cari D Bancin,SE unsur Muspika, Kapolsek Penanggalan, AKP Abdul Malik, pihak BPN, Pertanahan Subulussalam, beberapa kepala desa dalam wilayah Kecamatan Penanggalan, warga dan pihak perusahaan PT Laot Bangko.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan