Berhasil Lulus S2 Termuda dan Tercepat UNSRI, Togar Ingin Jadi Inovator Untuk Hukum AI dan Teknologi Di Indonesia!

  • Bagikan
M Togar Rayditya, Wisudawan S2 Termuda Kelahiran 2002 dalam Acara Wisuda ke-178 2025 di Universitas Sriwijaya yang bertempat di Auditorium Universitas Sriwijaya. (SuaraIndo.Id/Dok Ist)

SuaraIndo.Id – M Togar Rayditya (MTR) berbagi pandangan tentang pengembangan dan peningkatan dalam ilmu hukum sebagai hasil ia sebagai “Delegate of International Conference on Infrastructure (ICI) 2025” kemarin yang ingin menjadi Inovator AI atau kecerdasan buatan yang mulai banyak digunakan di bidang hukum.

Togar menyampaikan perkembangan ini sudah harus dilakukan dalam dunia hukum yang berkaitan dari awalnya analisis data hingga membantu proses persidangan. AI juga menawarkan efisiensi yang sebelumnya sulit dicapai. Tapi, teknologi ini juga membawa tantangan etis yang tidak bisa diabaikan. Dalam dunia hukum, analisis data sering kali membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. Dengan menggunakan tools AI dalam hukum, seperti perangkat lunak analisis dokumen, pengacara dan hakim dapat dengan cepat menemukan preseden hukum, memahami pola kasus, dan menyusun argumen hukum yang lebih kuat.

AI memungkinkan analisis yang lebih cepat dan akurat dibandingkan metode konvensional. Misalnya, AI dapat memindai ribuan dokumen hukum hanya dalam hitungan menit, yang sebelumnya memakan waktu berhari-hari.

M Togar Rayditya, wisudawan Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya ingin menjadi Inovator dalam berkembangnya Ilmu Hukum AI dan Teknologi Baru di Indonesia. Dalam wisuda yang berlangsung kemarin, Rabu (18/6), di Auditorium Universitas Sriwijaya.

Togar menyatakan pandangannya sejak hari kelulusannya mengenai AI (Ariticial Intelligence) yakni, “Dengan meningkatnya kemampuan AI, beberapa pekerjaan tradisional di bidang hukum berisiko tergantikan. Contohnya, paralegal atau asisten hukum yang biasanya menangani dokumen kini menghadapi persaingan ketat dengan berbagai software berbasis AI.”

“AI mulai mengubah cara kerja advokat dan hakim. Tugas-tugas administratif seperti peninjauan dokumen atau pencarian preseden hukum kini dapat dilakukan dengan lebih cepat menggunakan AI. Manusia tetap memiliki peran penting dalam menilai konteks dan emosi yang tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh AI, karena manusialah yang menggunakan AI untuk kehidupan sehari-hari. ungkap Togar

Togar juga membagikan dalam masa depan Era digital memaksa para praktisi hukum untuk mengembangkan kompetensi baru. Mereka tidak hanya dituntut memahami hukum, tetapi juga teknologi.

Dampak AI dalam hukum ini memunculkan kebutuhan pelatihan di berbgai bidang seperti Pemahaman tentang algoritma dan cara kerja AI, keahlian dalam analisis data hukum, dan kemampuan untuk bekerja sama dengan tim teknologi.

“Transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal bagaimana manusia dan AI dapat saling melengkapi dalam menciptakan sistem hukum yang lebih efisien.”pesan Togar

Penerapan AI di dunia hukum ini sudah dikembangkan di negara paman sam, terkhususnya di Pengadilan Amerika Serikat.

Pengadilan di Amerika Serikat telah memanfaatkan AI untuk menyelesaikan kasus dengan lebih cepat. Salah satu contoh adalah penggunaan algoritma prediktif untuk menilai risiko pelaku kejahatan dalam sistem jaminan praperadilan.

Hasilnya, waktu proses evaluasi risiko dapat dipangkas secara signifikan. Namun, pendekatan ini juga memicu perdebatan mengenai potensi bias algoritma terhadap kelompok tertentu.

Manfaat utama dari implementasi ini ialah Efisiensi dalam mengurangi waktu pengolahan data kasus, Akurasi yang meminimalkan kesalahan manusia dalam analisis risiko, dan Skalabilitas yang mampu menangani volume kasus yang besar.

Sama halnya negara di eropa dengan sistem hukum eropa yakni AI digunakan untuk membantu analisis dokumen hukum yang kompleks. Sebagai contoh, platform berbasis AI mampu menganalisis ribuan halaman kontrak hukum dalam hitungan menit. Hal ini sangat membantu pengacara dalam mempersingkat waktu kerja mereka.

Namun, tantangan utama di wilayah ini adalah memastikan bahwa sistem AI mematuhi aturan privasi data yang ketat, seperti yang diatur dalam GDPR. Kepatuhan terhadap regulasi ini menjadi fokus utama untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik.

Apakah negara berkembang tidak ada yang mengadopsi hal serupa? Togar : Tentu ada.

Negara-negara berkembang yang kita tau seperti India dan Brasil mulai mengadopsi AI untuk menangani backlog kasus di pengadilan. Dengan jumlah kasus yang menumpuk, AI digunakan untuk memprioritaskan penyelesaian kasus berdasarkan tingkat urgensinya.

Keuntungan yang dirasakan di negara-negara berkembang :

a. Pengurangan beban administrasi bagi staf pengadilan,

b. Penyelesaian kasus kecil dengan lebih cepat melalui mediasi berbasis AI, dan

c. Peningkatan akses keadilan bagi masyarakat yang sebelumnya sulit menjangkau pengadilan.

“Dengan menggunakan AI, pengadilan di negara-negara berkembang dapat mulai mengatasi tantangan besar dalam sistem hukum mereka, meskipun masih ada kendala infrastruktur teknologi.

Seharusnya Indonesia juga bisa dengan sebagai simbol negara hukum dan berbasiskan Pancasila.” jelas Togar

Meski manfaatnya jelas, penting untuk terus memantau perkembangan ini agar tidak terjadi ketimpangan dalam penerapan teknologi hukum secara global. AI dalam bidang hukum memang membawa banyak peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, teknologi ini bisa mempercepat proses hukum dan membantu analisis yang lebih mendalam. Namun, di sisi lain, ada risiko bias, kurangnya transparansi, dan masalah privasi yang perlu diatasi.

Semua pihak mulai dari pemerintah, pengembang teknologi, hingga masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan AI digunakan secara adil dan bertanggungjawab. Dengan pendekatan yang tepat, AI bisa menjadi alat yang mendukung keadilan, bukan malah memperburuk ketidakadilan yang ada.

Penulis: RilisEditor: Redaksi
  • Bagikan