SUARAINDO.ID ——- Meski sempat mengalami kendala salah jalur saat perlombaan trial run, kontingen Papua Barat Daya berhasil menorehkan prestasi dalam ajang Festival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) ke-VII tahun 2025, yang berlangsunh di Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur.
Atlet trail run 20 kilometer, Brian Yaqub Tamtama, berhasil meraih podium ketiga pada kategori putra, sementara atlet putri 10 Kilometer dari kontingen yang sama menyabet posisi kedua.
Brian mengungkapkan, bahwa dirinya bersama sejumlah peserta lain sempat mengalami kesulitan navigasi akibat penanda jalur yang tidak sama jarak pemasangannya.
”Kami sempat hampir dua kali salah jalur, terutama di kilometer 13 dan 14 saat tanjakan menuju Gunung. Jarak antar penanda kadang terlalu jauh, bisa sampai 30 meter. Padahal, idealnya per 10 atau 20 meter agar tidak membingungkan peserta,” ujar Brian.
Meski demikian, Brian dan tim tetap mampu mempertahankan posisi dua besar sejak kilometer kedua hingga sekitar kilometer ke-15.
Kesalahan jalur yang terjadi membuat mereka kehilangan posisi, namun tetap mampu finis di peringkat tiga.
”Latihan kami memang tidak intens, kadang-kadang saja. Tapi kami bisa buktikan kalau semangat dan kerja sama bisa membawa hasil. Kami persembahkan hasil ini untuk masyarakat Papua Barat Daya,” tambahnya.
Brian mengapresiasi rute perlombaan yang menurutnya menantang namun indah, dengan panorama alam yang menyegarkan.
Festival Olahraga Rekreasi Nasional (FORNAS) VII 2025 diikuti ribuan peserta dari beberapa provinsi di Indonesia.
Cabang olahraga trail run menjadi salah satu yang paling menantang, dengan medan berbukit dan jalur alam terbuka yang membutuhkan ketahanan fisik dan kemampuan navigasi tinggi.
Sementara itu, atlet Trail Run 10 Kilometer Inry Leno Raoste, mencuri perhatian dalam ajang lari lintas alam sejauh 10 kilometer yang digelar di Kecamatan Sembalun.
Meski baru pertama kali mengikuti lomba di luar daerah asalnya, Inry berhasil menyelesaikan lintasan menantang, untuk melangkah lebih jauh dalam dunia olahraga lari gunung.
”Ini pertama kali saya injak kaki di NTB. Suatu pelajaran berharga dan motivasi untuk bisa tampil lebih baik ke depan, demi membawa nama Papua Barat Daya,” ujar Inry seusai lomba.
Lintasan trail sejauh 10 kilometer yang dilaluinya dikenal memiliki tingkat kesulitan tinggi.
Salah satu rute paling menantang yang ia lewati adalah pada kilometer ke-6. Di titik tersebut, peserta harus menuruni jurang curam yang di dasarannya terdapat kolam besar, menjadikan langkah kaki lebih berat dan penuh risiko.
”Rute itu sangat menantang. Saat menurun, saya harus ekstra hati-hati agar kaki tidak salah pijak. Kalau salah lompat, bisa berbahaya,” katanya.
Sebelum mengikuti lomba ini, Inry sempat mengikuti seleksi daerah (Selekda) di Sorong, Papua Barat Daya. Ia mengaku takjub dengan keindahan alam NTB yang dikelilingi pegunungan serta suasana yang sejuk dan ramah.
”Orang-orang NTB juga sangat mendukung. Kami saling memberi semangat selama di lintasan. Itu membuat saya merasa diterima dan semakin termotivasi,” tuturnya.
Pelatih peserta trail run Papua Barat Daya, Irfan Zulfikar menyayangkan kurangnya kejelasan penandaan jalur meski pihak panitia sebelumnya telah menjamin keamanan dan kejelasan rute.
“Untuk rute yang dilalui kemarin, kami dijamin oleh tim panitia bahwa jalur aman dan tidak akan membingungkan. Namun, kenyataannya di lapangan beberapa atlet kami justru tersasat,” ujar Irfan saat ditemui wartawan, di Sembalun Minggu 27 Juli 2025.
Menurutnya, salah satu titik yang menjadi perhatian adalah kawasan perbukitan, karena di beberapa titik, peserta yang sempat memimpin perlombaan justru salah arah sejauh 500 meter hingga satu kilometer.
“Ada peserta yang awalnya berpeluang jadi juara, tapi karena menyadari dirinya salah jalur, dia malah memberi tahu peserta lain dan akhirnya finis di posisi kedua,” katanya.
Pada saat technical meeting sebelumnya, pihak panitia telah menjanjikan penggunaan double marking dan spanduk sebagai penunjuk arah. Namun, realisasinya di lapangan tidak sesuai ekspektasi.
“Marking yang digunakan berupa police line berwarna putih. Tapi penempatannya terlalu jauh dan kurang terlihat. Tidak seperti di Fornas sebelumnya, di mana spanduk dan double marking dipasang secara konsisten di kanan dan kiri rute,” ungkap Irfan.
Atas kejadian ini, Irfan berharap panitia penyelenggara melakukan evaluasi menyeluruh dan memperbaiki sistem penandaan rute agar kejadian serupa tidak terulang saat pelaksanaan utama Fornas mendatang.
“Kami ingin ke depan semua rute bisa lebih jelas dan aman, agar fokus peserta tetap pada performa, bukan malah tersesat,” tutupnya.