DP3AKB Lotim Sosialisasikan Penghapusan Perkawinan Anak kepada Ratusan Kepala Desa

  • Bagikan

SUARAINDO.ID —— Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Lombok Timur menggelar sosialisasi penghapusan perkawinan anak dan penguatan kapasitas kepada ratusan kepala desa, dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045.

‎Kepala DP3AKB Lotim, Ahmat menegaskan, perkawinan anak merupakan pelanggaran terhadap hak anak dan hak asasi manusia, serta menjadi hambatan besar dalam pemenuhan hak-hak dasar anak.

‎”Regulasi sudah jelas mengatur bahwa usia minimal menikah adalah 18 tahun. Maka semua pihak, termasuk kepala desa, harus berperan aktif dalam pencegahan perkawinan anak,” tegas Ahmat, Selasa 9 September 2025.

‎Ahmat menjelaskan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan telah menegaskan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.

‎Sementara UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah setiap orang yang belum berusia 18 tahun lebih, termasuk yang masih dalam kandungan.

‎Lebih lanjut Ahmat memgatakan, Pasal 26 UU Perlindungan Anak mewajibkan orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak.

‎Dalam kasus pemaksaan perkawinan anak, pelaku dapat dijerat pidana penjara hingga 9 tahun dan/atau denda maksimal Rp700 juta.

‎DP3AKB Lotim menekankan, perkawinan anak membawa risiko serius, mulai dari, Kesehatan Reproduksi, Anak perempuan yang menikah dini rentan mengalami komplikasi saat kehamilan dan persalinan.

‎Selain itu, anak yang belum matang secara emosional dan fisik berisiko tinggi mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

‎Anak yang menikah muda cenderung putus sekolah dan berakhir menjadi tenaga kerja yang tidak terampil.

‎Ketidakdewasaan dalam mengelola rumah tangga, menyebabkan tingginya angka perceraian.

‎Ahmat juga menggarisbawahi, perempuan yang bercerai di usia muda seringkali mendapat stigma sosial dan rentan menjadi korban kekerasan lanjutan.

‎Dalam kegiatan sosialisasi ini, para kepala desa diberi pemahaman tentang pentingnya mencegah praktik perkawinan anak di wilayah masing-masing, mengingat mereka adalah garda terdepan dalam pelayanan masyarakat.

‎”Tanpa keterlibatan aktif aparatur desa, upaya penghapusan perkawinan anak akan sulit tercapai,” ujar Ahmat.

‎Ahmat menegaskan, penghapusan perkawinan anak merupakan bagian penting dari strategi nasional menuju Indonesia Emas 2045.

‎Negara memerlukan generasi muda yang sehat, terdidik, dan terlindungi hak-haknya sejak dini.

Penulis: nanangEditor: Redaksi
  • Bagikan