Kepercayaan Wali Murid Luntur, Program Makanan Bergizi Gratis di Ketapang Terancam Sepi Peminat

  • Bagikan
Menu dari salah satu dapur MBG di Ketapang yang menunya tidak sesuai standar gizi serta tidak menyehatkan. (Suaraindo.id/Ist)

Suaraindo.id – Kasus dugaan keracunan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa belasan siswa sekolah dasar di Kabupaten Ketapang membuat keresahan baru di kalangan orang tua murid. Alih-alih menjadi penopang gizi anak, kini banyak wali murid memilih melarang anaknya menyantap menu MBG di sekolah.

“Daripada berisiko, lebih baik anak saya bawa bekal dari rumah,” kata Ratna (36), orang tua murid di Kecamatan Benua Kayong, Rabu (24/9/2025).

Hal senada disampaikan Susilo (49), wali murid di sebuah SD swasta. Ia mengaku trauma setelah mendengar kabar keracunan yang terjadi sehari sebelumnya.
“Hari ini lebih banyak siswa tidak berani makan MBG di sekolah. Kami juga sudah melarang anak kami. Risikonya lebih besar daripada manfaatnya,” ujarnya.

Fenomena itu juga dirasakan di sekolah. Kepala Sekolah SD Santa Monica, Yohanes Aliman, mengungkapkan konsumsi MBG di sekolahnya menurun drastis.

“Banyak anak tidak mengambil makanan MBG. Kalau pun ada, hanya sedikit yang disentuh. Biasanya habis, tapi hari ini banyak yang utuh, bahkan tidak dibuka dari wadahnya,” kata Yohanes.

Ia menambahkan, pihak sekolah bahkan terpaksa menawarkan makanan MBG kepada pihak lain agar tidak terbuang percuma. “Sayang kalau dibuang begitu saja. Semoga ini jadi pelajaran bagi dapur-dapur penyedia agar lebih waspada,” tegasnya.

Kekhawatiran orang tua kian besar karena sebelumnya sempat beredar isu penggunaan wadah makanan berlapis minyak babi dalam program MBG di daerah lain. Meski kabar tersebut belum terbukti di Ketapang, rumor itu ikut meruntuhkan kepercayaan publik.

“Kalau soal kebersihan saja belum jelas, apalagi ada isu bahan berbahaya di wadahnya. Nyawa anak-anak yang jadi taruhannya,” ungkap Deki (43), warga Delta Pawan.

Selain soal keamanan, persoalan mubazir juga banyak disorot. Tidak semua menu cocok dengan selera anak, sehingga makanan sering berakhir terbuang.

“Anak-anak kadang tidak suka menunya. Akhirnya ditinggal atau dibawa pulang tapi tetap tidak dimakan. Mubazir sekali,” kata Sari (31), orang tua murid lainnya.

Mendesak evaluasi, para wali murid meminta pemerintah daerah segera turun tangan. Mereka menuntut perbaikan menyeluruh mulai dari kualitas bahan, kebersihan dapur, hingga sistem distribusi.

“Kalau tidak ada perubahan serius, program ini bisa membahayakan nyawa anak-anak. Lebih baik anggaran MBG dialihkan untuk yang benar-benar membutuhkan,” tegas salah seorang orang tua murid.

  • Bagikan