Penegakan Hukum dan Kekuatan Sosial

  • Bagikan

Oleh: Pradikta Andi Alvat

CPNS Analis Perkara Peradilan (Calon Hakim) Pengadilan Negeri Rembang

Berdasarkan teori bekerjanya hukum, Robert B. Seidman dan Wiliamm J Chambliss, menjelaskan bahwa proses bekerjanya hukum dipengaruhi oleh empat komponen utama yaitu lembaga pembuat hukum, birokrasi penegakan hukum, para pemegang peran, dan pengaruh kekuatan personal maupun sosial. Selanjutnya keempat komponen tersebut membentuk sebuah relasi integral yang mengejawantah dalam preposisi-preposisi sebagai berikut:

Pertama, setiap aturan hukum itu menunjukkan bagaimana seharusnya pemegang peran untuk bertindak. Kedua, tindakan apa yang akan diambil oleh pemegang peran akan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dari aktivitas pelaksanaannya, serta dari seluruh kompleks ekonomi, sosial, politik, dan lainnya yang bekerja atas dirinya.

Ketiga, tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pelaksana (penegak hukum) sebagai respons terhadap peraturan hukum akan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh peraturan hukum yang berlaku, dari aktivitas pelaksanaannya, sanksi-sanksinya, serta dari seluruh kompleks kekuatan ekonomi, sosial, politik, dan lainnya yang bekerja atas dirinya serta dari umpan balik antara pemegang peran dan birokrasi.

Keempat, tindakan apa yang diambil oleh lembaga pembuat hukum sebagai respon terhadap peraturan hukum akan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, serta dari seluruh kompleks kekuatan sosial, ekonomi, politik, dan lainnya yang bekerja atas dirinya serta umpan balik antara pemegang peran dan birokrasi.

Oleh karena itu, bekerjanya hukum secara empiris (das sein) akan dihadapkan pada realitas dinamika dalam bingkai struktur sosial secara komprehensif. Berbagai dimensi non-hukum turut berpengaruh bahkan melakukan intervensi (arti negatif) maupun bergaining position/internalization (arti positif) yang berpengaruh dalam proses-proses bekerjanya hukum. Baik dari tahap formulasi, aplikasi, hingga eksekusi.

Khusus perihal bergaining position/internalization (arti positif) yang berpengaruh dalam proses-proses bekerjanya hukum. Bisa kita lihat ketika terintegrasinya kekuatan-kekuatan sosial (aktor non-negara) meliputi advokat, pers, civil society, dan masyarakat dalam ‘mengawal’ suatu special case, special case disini adalah kasus-kasus yang mencabik-cabik logika dan nurani publik, dan biasanya melibatkan aparat penegak hukum itu sendiri.

Dalam realitasnya, seringkali kita melihat institusi penegak hukum baru bersikap responsif dan akuntabel terhadap pengungkapan suatu kasus pidana setelah adanya kekuatan sosial yang menekan dan mendorong pemenuhan aspirasi keadilan secara masif.  Dorongan dari luar (kekuatan sosial) ini ditakuti oleh institusi penegak hukum karena akan berkaitan dengan public-trust dan hancurnya marwah institusi jika tidak direspon secara akuntabel.

Fenomena ini merefleksikan bahwa integrasi kekuatan sosial yang meliputi advokat dengan peran bantuan hukum, pers dengan peran exposure informasi dan investigasi, civil society dengan peran kritisisme publik, dan masyarakat dengan perannya memberikan tekanan psiko-sosial terhadap special case mampu menjadi kekuatan sosial tersendiri yang menggerakkan akuntabilitas institusi penegak hukum.

Bergaining position dari integrasi kekuatan sosial akan mampu melemahkan dan meminimalisir praktik-praktik ‘main belakang’ dalam penegakan hukum. Oleh sebab itu, kekuatan-kekuatan sosial ini memiliki peran penting dan strategis dalam realitas penegakan hukum, terlebih ketika keempatnya membawa arus aspirasi yang sama, yakni penegakan keadilan.

Simplifikasinya, kekuatan sosial adalah support-system dalam sistem penegakan hukum, khususnya dalam sub-sistem kultur hukum. Kekuatan sosial memiliki bergainin position yang kuat sehingga mampu mendorong praksis-praksis kultur hukum yang negatif dalam penanganan kasus-kasus spesifik (special case) menjadi lebih akuntabel. Walaupun, sekali lagi, walaupun hanya bersifat insidentil saja (pada kasus tersebut tidak bersifat menyeluruh secara ajeg).

Penulis: Tim LiputanEditor: Redaksi
  • Bagikan