SuaraIndo– Pengadilan Tinggi (PT) Palembang membatahkan adanya stement menyatakan putusan PT terkait terdakwa Jupperlius cacat hukum. Karena sudah jelas dalam putusan menyatakan bahwa terdakwa tidak bisa dipidana karena mengalami gangguan jiwa.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Humas PT Palembang, Herman Basuni, SH., M.Hum saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, pada Kamis (19/01/23).
“Dalam putusan Pengadilan Tinggi dengan Perkara Nomor : 244/ PID/2022/ PT.PLG, karena dalam putusan sudah jelas menyatakan bahwa terdakwa Jupperlius tidak dapat dipidana karena mengalami gangguan jiwa dan menetapkan agar terdakwa dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
Mengadili, menerima permintaan banding terdakwa Jupperlius dan membatalkan putusan PN Palembang tanggal 03 November 2022 , Nomor: 823/ Pid.Sus/ 2022/PN.Plg yang dimintakan banding,”jelas Humas PT Palembang.
Lanjut, Herman Basuni bahwa terkait permasalahan hasil putusan Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel harus patuh dengan hasil putusan dari Pengadilan. “Karena, menurut kami pihak Kejaksaan keliru di mana dalam putusan sudah jelas bahwa menyatakan terdakwa Jupperlius harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ),”tuturnya.
“Dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Palembang, terdakwa diputus dengan hukuman13 tahun kemudian di tingkat banding Majelis Hakim Pengadilan Tingkat banding memerintahkan terdakwa untuk di masukan ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ red) karena tidak bisa dipertanggungjawabkan perbuatannya karena terdakwa terganggu ingatannya,” terang Herman Basuni.
Sementara itu, terkait stetment pihak Kejaksaan bersisih keras untuk tidak mau melepaskan karena tidak ada dalam kutipan putusan Pengadilan Tinggi tersebut yang menyatakan saudara Jupperlius dibebaskan.
“Jadikan penahanan yang dilakukan hakim tinggi waktu disidangkan ke Pengadilan Tinggi, Hakim juga melakukan penahanan, ditetapkan penahanan sampai dengan tanggal 2 Februari 2023.
Kemudian, oleh Hakim Tinggi terdakwa tersebut dinyatakan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban maka terdakwa diperintahkan untuk direhab di rumah sakit, itu sudah cukup jelas putusannya,” terangnya.
Lebih lanjut, Herman mengatakan untuk kasus banding terdakwa Jupperlius kemarin juga menyertakan surat gangguan jiwa (gila red) dan beberapa berkas pendukung lainnya.
“Ya, pastikan berkasnya ada di memorium banding, kontrak memori banding pendapat Jaksa dan pendapat penasihat hukum sudah dipertimbangkan semua, bahkan putusan Pengadilan Tingkat pertama sudah kita buka semua dan berita acara kita buka semua,” tegasnya.
Terkait pasal 197 ayat 1 huruf K itu tidak ada bahasa yang di dikeluarkan.
“Itu memerintahkan terdakwa di rawat, kalau terdakwa di rawat dari rutan itu tidak bisa, berarti yang bersangkutan harus dikeluarkan kecuali Jaksa lakukan Kasasi kemudian Banding ke Mahkamah Agung (MA) penahanan Hakim Tinggi itu akan selesai nanti setidak-tidaknya sampai jatuh tempo atau nanti hakim kasasi mengeluarkan penahanan,” bebernya.
Yang Kasasi boleh saja, sambung Herman bila tidak sependapat dengan hasil putusan PT Palembang jika hakim Kasasi tidak sependapat maka hakim kasasi akan memerintahkan penahanan karena dia pasif berarti dia cenderung ke korban (terdakwa red)
“Status Jupperlius masih tahanan hakim, sampai nanti Jaksa Kasasi kalau Kasasi Mahkama Agung yang akan melakukan penahanan, untuk masa penahan Kasasi bisa 3 Bulan sampai 5 bulan,”tandasnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (KasiPenkum) Kejati Sumsel, Moch Radyan SH MH mengatakan dan menegaskan, dalam perkara tersebut pihaknya masih melakukan upaya hukum Kasasi atas putusan tingkat banding PT Palembang, karena pihak Kejati menilai ada yang salah dalam putusan banding tersebut dan dinilai cacat hukum, yang tidak sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Pasal 197 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Salah satunya harus disertakan dengan putusan perintah agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan, sementara dalam putusan banding tersebut hal itu tidak ada disebutkan bahwa yang bersangkutan harus dikeluarkan dalam tahanan,” ungkap Radyan pada Rabu (18/01/23) Kemarin.
Radyan mengatakan untuk sebab itu tidak ada landasan hukumnya pihak Kejati (Sumsel) harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan Lapas, faktanya sampai di tingkat Pengadilan Tinggi pun terdakwa Jupperlius dilakukan penahanan.
Radyan tidak menyalahkan bagaimana pihak Pengadilan Tinggi memeriksa perkara tersebut, yang mana dasar dari putusan itu adalah hasil putusan pengadilan tingkat pertama yang justru menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Jupperlius.
“Siapa yang benar antara PT dan PN Palembang itulah fungsi dari Mahkamah Agung yang saat ini sudah kami ajukan permohonan Kasasi,” pungkas Radyan.