Dunia Dalam Kata

  • Bagikan
Ameria Handayani

Oleh: Ameria Handayani

KONDISI di tengah gemuruh perubahan zaman saat ini, membuat peranan kata kata yang mempunyai kekuatan sangat besar untuk mengubah dunia. Hal ini berefek di negara Indonesia yang menjadikan “Gerakan Literasi” sebagai mesin utama dalam menggerakkan transformasi sosial untuk menginspirasi dari setiap kata-kata yang terukir pada halaman-halaman di buku maupun media digital.

Menginspirasi masyarakat melalui kata-kata, dalam memainkan peran sentral atau utama untuk transformasi yang berkelanjutan. Kata-kata adalah senjata yang menjadi alat adu argumen. “Kata-kata menjadi kuasa, orang akan tunduk pada logika yang dibangun dengan kata-kata. Begitulah kita dengan kata-kata. Sudah menjadi bagian dari sejarah yang tak terpisahkan. (Khusairi, Kerajaan kata-kata tetapi miskin data, 2020).”

Hal ini menjelaskan bahwa gerakan ini bukan hanya sekedar menulis dan membaca. Melainkan tentang bagaimana cara untuk membuka pintu dunia melalui kata-kata yang diukir, serta disampaikan bagi perubahan yang positif di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sebuah ungkapan dari seorang Presiden Sastra Indonesia WS Rendra bahwasanya “Kesadaran bagaikan matahari, Kesabaran adalah bumi, Keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksaan kata-kata. (Suwito, Kata-kata dapat mengubah dunia, 2021).”

Ungkapan tersebut menjelaskan bagaimana kata-kata begitu bernyawa yang bisa menusuk sukma seseorang untuk membuat perubahan melalui gerakan- gerakan yang positif, salah satunya pelaksanaan bedah buku. Gerakan literasi ini bukan hanya meningkatkan dan melek terhadap huruf di kalangan masyarakat, tetapi juga menjadi landasan utama yang kuat untuk membangun budaya baca dan tulis.

Dalam setiap halaman yang diukir dan dibaca, terdapat kekuatan yang mengkonstruksi diri seseorang untuk mengubah sudut pandangnya dalam melihat dunia, dan lebih membuka wawasan serta memperluas cakrawala pemikirannya dalam dunia. Hal ini menjelaskan bagaimana kata-kata tersebut, begitu menyentuh jiwa dan dunia seseorang. Kata-kata begitu mengalir dan menciptakan gelombang inspirasi dalam mempengaruhi perubahan sosial. Gerakan ini membangun jembatan antara dunia pikiran dengan tindakan, memperkaya pikiran dan batin dengan pemahaman yang lebih dalam terhadap kehidupan. Setiap kata yang terlihat dan terbaca menjadi petunjuk dalam menuju keberdayaan intelektual, membuka mata serta pikiran terhadap keragaaman ilmu pengetahuan dan memunculkan ide-ide yang kreatif dan inovatif.

“Dalam era Media Baru yang laris sekarang adalah webinar, Podcast hingga live streaming, sehingga para kaum kolonial pada akhirnya harus melakukan upgrade diri dengan hal kekinian agar bisa survival dan kompetitif lagi.” Ungkap Irsad Sati dalam tulisan Abdullah khusairi pada salah satu essainya. ( Khusairi, Ironi Media Baru di Tangan Milenial, 2020). Dengan perkembangan zaman sekarang kita dapat mengubah dunia melalui genggaman kita sehari-harinya. Dimana literasi dari kegiatan membaca dan menulis dapat kita lakukan juga melalui telephone seluler kita. Dengan adanya sosial media seperti Instagram, facebook, tiktok dan sebagainya. Kita dapat melakukan perubahan dengan menuliskan dan membaca kata-kata yang begitu menyentuh diri kita ataupun seseorang.

Kita dapat menjangkau banyak orang dan bersosialisasi tanpa harus bertemu langsung. Sehingga kata-kata yang dtuliskan bisa sampai kepada khalayak luas dan hal tersebut bisa diterapkan dengan meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Peran dari gerakan literasi dalam transformasi sosial di Indonesia yang sangat penting, gerakan ini membantu dalam mengurangi kesenjangan literasi antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Penyebaran bahan-bahan bacaan ke pelosok-pelosok negeri dengan media sosial dapat memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk merasakan dan mengakses pengetahuan serta informasi.

Hadirnya gerakan literasi ini juga menjadi alat untuk memerangi kemiskinan intelektual. Dengan memberi dan membuka akses terhadap bacaan, sehingga masyarakat yang sebelumnya terpiggirkan dapat memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk

meningkatkan kualitas hidup mereka dan menjadi lebih mampu dalam mengendalikan nasib mereka dengan mengubah keadaan sosial ekonomi mereka. Gerakan ini membantu dalam membentuk karakter dan moralitas masyarakat dan memperkuat identitas budaya bagi kebangsaan melalui karya-karya sastra dan tulisan-tulisan lokal. Sehingga individu- individu diajak untuk menikmati dan merayakan warisan budaya mereka, serta memahami nilai-nilai yang mengikat diri mereka sebagai bangsa, dan hal ini bukan hanya untuk memperkuat rasa solidaritas di antara masyarakat.

Namun, juga memupuk rasa bangga terhadap identitas nasional. Hal ini pun memperlihatkan bagaimana kata-kata tidak terbatas dan memiliki daya tarik yang kuat dalam melawan ketidaksetaraan sosial. Kata-kata menjadi alat untuk memberdayakan yang lemah, dengan menghadirkan harapan yang putus asa, dan mengilhami aksi bagi yang terasingkan. Namun, untuk mencapai potensi penuhnya ialah suatu tantangan untuk tetap mengintai di sepanjang perjalanan dalam gerakan literasi di Indonesia. Dimana akses terhadap bahan bacaan masih belum sepenuhnya terjangkau dan relevan, hal ini mejadi tantangan atau kendala utama bagi banyak individu.

Terutama di daerah-daerah terpencil, meskipun sudah ada di media sosial. Akan tetapi, belum semua daerah memiliki akses ataupun jaringan di tempat tersebut. Selain itu, perlu juga upaya untuk meningkatkan minat membaca di kalangan masyarakat, terutama di era digital saat ini. Puluhan jiwa yang mengakses informasi melalui media sosial dan menjadi sumber informasi utama bagi khalayak ramai. Dengan hal ini, dimana media begitu sangat tidak bisa dilepaskan dari kehidupan individu terutama dalam pencarian informasi, tidak sedikit informasi yang ada di media sosial bersifat hoax.

Sehingga setiap individu haruslah memeriksa ketelitian dari infomasi tersebut. “Sering sekali kepentingan politik tertentu itu disandarkan kepada fakta-data dan kebebasan pers, tanpa mempertimbangkan kebaikan-kebenaran untuk publik dan narasumber. Pada konteks ini informasi dicari, diolah, disiapkan, disiarkan hanya sekadar memuaskan ‘nafsu membunuh’ dari pada mendidik, menghibur, dan menjalankan kontrol sosial. ( Khusairi, Jurnalisme lintang punkang, 2020).”

Seperti dari kutipan tersebut maka perlu bagi kita untuk memilah dengan baik informasi yang kita butuhkan dan menteliti sebaik mungkin agar tidak menyimpang dari kebenaran. Dalam hal ini, peran literasi sangat penting bagi masyarakat terutama dalam bermedia digital. Sehingga untuk menghadapi tantangan-tantangan lainnya haruslah memiliki tekad dan kolaborasi yang kuat. Pada akhirnya, gerakan literasi akan terus menjadi motor utama dalam menginspirasi, melalui kata -kata dalam memainkan peran penting untuk transformasi sosial di Indonesia. Melalui kesatuan visi dan upaya yang dilakukan dapat membangun masyarakat yang lebih berpengetahuan, inklusif dan berbudaya. Sehingga setiap kata yang terucap dan setiap halaman yang dibaca akan terus mengukir sejarah perubahan yang positif bagi bangsa Indonesia. *

*Penulis adalah Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Penulis: Tim LiputanEditor: Mila
  • Bagikan