Indonesia Terlalu Manja

  • Bagikan

Oleh: Irvan Mufadhdhal Zulis

INDONESIA merupakan negara yang memiliki penduduk terbanyak nomor 4 di dunia. Merujuk kepada data Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) populasi Indonesia 2024 angka penduduk mencapai sekitar 283.953.758 jiwa. Jumlah tersebut menyusul Amerika Serikat (AS) sebagai negera penduduk terbanyak nomor tiga. Banyak jumlah penduduk sudah seharusnya mendapatkan gerakan kemajuaan bagi bangsa. Terlebih lagi, dunia saat ini sudah mendapatkan kemudahan berkat adanya teknologi. Bagaimana tidak, informasi dapat diperoleh sepersekian menit dari beberapa tempat kejadian ataupun informasi di dapatkan. Lalu, mengapa angka membaca Indonesia tidak begitu sebanding dengan jumlah penduduk?

Salah satu badan ternama di dunia yaitu United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang membangun perdamaian dan keamanaan dalam melewati kerja sama yang bergerak dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahun dan lain sebagainnya. Pernah memberitahukan bahwasanya jumlah minat baca Indonesia sangat rendah. Faktanya Indonesia mendapatkan angka 0,001% dari populasi yang memiliki minat baca tinggi. Artinya, dari 100 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.

Menariknya, Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 merilis data bahwasanya skor literasi membaca Indonesia sebanyak 359 poin. Diketahui hasil dari skor tersebut mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2018 yang mendapatkan terletak pada angka 371 poin. Walaupun tingkat gemar baca Indonesia mencapai 63,9 poin tahun 2022, yang naik dari 59,52 poin pada tahun sebelumnya. Namun, disini penulis menyoroti angka yang rilis badan-badan tersebut tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia.

Hadirnya teknologi sudah seharusnya membuat kemajuan minat baca Indonesia. Sebab, berkat teknologi dapat mudahnya dalam mengakses ilmu pengetahuan. Akan tetapi, adanya teknologi justru membuat Indonesia semakin mundur dalam minat baca. Penulis menilai kemudahan adanya teknologi karena hadirnya sifat manja dan malas dalam mencari ilmu pengetahunan. Jadi penulis menilai  Indonesia sudah mendapatkan kemanjaaan dari hebatnya teknologi hingga membuat malas membaca.

Penulis mengingatkan membaca adalah jendala dunia. Artinya, jendela Indonesia dalam keadaaan tertutup rapat bagi sebagaian masyarakat. Hal ini merujuk kepada angka-angka yang diberikan dari berbagai badan yang bergerak di bidang tersebut dalam skala dunia ataupun internasional. Orang terkadang lebih menyukai hiburan visual dalam bentuk televisi dan media sosial daripada membaca buku.

Perlu ada dorongan kuat dalam memperhatikan kurangnya minat baca di Indonesia. Berawal dalam menumbuhkan minat dalam membaca. Kehadiran program literasi yang efektif berfokus kepada akar dalam memecahkan permasalahan. Tentunya, Pendidikan literasi sudah dimulai sejak dini dalam melibatkan keluarga dan komunitas tertentu untuk melahirkan suasana dalam mendukung kebiasaan membaca.

Tidak terlepas dari pengaruh besar pemerintah dari berbagai badan yang mempunyai naungan besar di negara. Berperan dalam meningkatkan akses terhadap bahan bacaan. Terlebih lagi, peranan pihak swasta dengan berkolaborasi kepada pemerintah dalam mengupayakan  pembangunan perpustakaan modern, penyediaan buku-buku digital, dan kampanye literasi yang menarik dapat menjadi solusi untuk meningkatkan minat baca.

Akan tetapi, sudah tentu pihak-pihak yang berkewajiban dan sudah sering berkecimpung dalam hal ini sudah pasti mengetahui solusi terbaik dalam meningkatkan minat baca Indonesia. Tulisan ini bertujuan membentuk peranan aktif dari teknologi dalam membuat bacaan yang lebih menarik dan mudah di akses. Kehadiran teknologi tidak boleh menjadi malapetaka yang membuat malasnya membaca. Aktif dalam membaca sangatlah di hargai pada zaman dahulu. Upaya yang begitu kukuh dalam mencari ilmu melewati berbagai keterbatasan baik dari buku yang terbatas dan tempat yang dijangkau. Hal itulah menjadi perhargaan dalam mendapatkan ilmu karena upaya yang menbaca yang teguh.

Namun, zaman ini hadirnya teknlogi memudahkan hal tersebut. Akses dari teknologi dari internet dapat dengan mudah dalam mencari buku bacaan dalam bentuk digital ataupun ilmu-ilmu yang ingin dicari tau. Sudah semestinya, kemudahan ini mendongkrak angka minat baca di Indonesia. Mengingat angka penduduk yang banyak ke 4 di dunia.

Melihat dari data CEOWORLD 2024 yang publikasikan oleh goostats.id melalui akun Instagramnya. Negara penduduk terbanyak ketiga Amerika Serikat menghabiskan waktu 357 jam dalam waktu satu tahun.  Diketahui warga yang membaca rata-rata 17 buku dalam satu tahun. Sedangkan, Indonesia warganya menghabiskan membaca buku dalam kurun waktu 129 jam per tahun. Artinya Indonesia setara dari 5,91 buku pertahun.

Meskipun posisi Indonesia jadi yang tertinggi di Asia Tenggara dibawah Singapura (115 jam per tahun) dan Thailand (149 jam pertahun). CEOWORLD mengemaskan data melalui survei dari 6,5 responden dari 102 negara di seluruh dunia. Tentunya, Indonesia perlu mengejar angka yang sudah dicapai oleh Amerika Serikat (AS). Sebab, jumlah penduduk yang banyak sebagai negara 5 besar di dunia.

Dalam hal ini, penulis ingin mengingatkan bahwasanya melalui membaca dapat menghasilkan generasi kritis, mempunyai gagasan yang bagus dan siap menghadapi tantangan global. Sehingga lahirnya kecerdasan dalam membukan jendala dunia dengan membaca lebih banyak.  ***

*Penulis adalah Mahasiwa Prodi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Imam Bonjok Padang

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Penulis: Tim LiputanEditor: Redaksi
  • Bagikan