Pembatasan Akses Jurnalis Peliputan Debat Publik Dinilai Bentuk Penghalangan Kinerja Pers

  • Bagikan
Roni Rahendra, Jurnalis TV One Kota Subulussalam. (Suaraindo.id/Agus Darminto)

Suaraindo.id – Adanya pembatasan akses Jurnalis untuk meliput debat publik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Subulussalam, yang diselenggarakan di Gedung DPRK setempat, pada Senin 11 November 2024 dinilai sebagai bentuk penghalangan terhadap kinerja Pers.

Hal itu disampaikan Roni Rahendra yang merupakan Jurnalis Tv One saat melakukan protes bersama beberapa wartawan Kota Subulussalam di Gedung DPRK setempat.

Sebelumnya para jurnalis tersebut sudah mendapatkan tanda pengenal dari Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam untuk melakukan peliputan pada kegiatan debat tersebut.

Tidak begitu jelas terhadap larangan tersebut, kenapa para jurnalis tidak mendapatkan akses terhadap debat publik yang diselenggarakan oleh KIP Kota Subulussalam itu, padahal debat itu juga ditayangkan disalah satu stasiun televisi nasional.

Muhammad Roni Rahendra menilai pembatasan yang dilakukan penyelenggara debat publik tersebut dapat menghambat keterbukaan informasi bagi masyarakat terkait proses demokrasi yang sedang berlangsung di Kota Subulussalam.

“Peliputan debat ini merupakan kerja-kerja jurnalis, menurut kami dengan pembatasan akses ini akan memunculkan kekhawatiran bahwa kontrol terhadap media dapat menyebabkan ketidakseimbangan informasi yang disampaikan kepada masyarakat,” kata Roni.

Dia menyebutkan pers dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan Undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kemudian dijelaskan bahwa Pers ialah sebagai pilar ke empat dalam berdemokrasi. Pers sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

“Barang siapa yang mengalangi kerja Jurnalistik akan ditindak. Dalam undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers barang siapa yang mengalang-halangi kerja Jurnalis ada pidana dan dendanya.

Ini sebagai bentung penghalangan kinerja Pers dan undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999 sudah dikangkangi,” sesal Roni.

Lebih lanjut dijelaskannya bahwa pembatasan terhadap kerja jurnalis akan berdampak pada berita yang disampaikan ke publik, yang pada akhirnya hanya mencerminkan sudut pandang tertentu.

“Kondisi bangunannya hanya memungkinkan wartawan melihat langsung dan mendokumentasikan perdebatan dari bagian balkon. Sayangnya, bagian ini justru ditutup, sehingga wartawan tidak bisa meliput,” ujarnya.

Disamping itu Roni menjelaskan, KIP, pihak penyelenggara, maupun pihak pengamanan harusnya sudah mempertimbangkan hal ini. Situasi seperti ini membuat debat publik yang diadakan tampak seperti debat tertutup.

Namun setelah melakukan Negosiasi dengan berbagai pihak, akhirnya para Jurnalis di ijinkan untuk meliput secara langsung dari balkon gedung DPRK.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan