Suaraindo.id – Tahun 2024 ditutup dengan kabar yang mengejutkan: kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Meski pemerintah mengklaim bahwa kenaikan ini hanya berlaku untuk barang mewah, kenyataannya beberapa kebutuhan pokok masyarakat tetap terkena dampaknya. Renovasi rumah, pembelian kendaraan bekas, jasa asuransi, jasa agen wisata, hingga pengiriman paket kini menjadi lebih mahal. Langkah ini, meskipun mendapatkan penolakan luas dari masyarakat berbagai kalangan, tetap dilaksanakan oleh pemerintah demi mengatasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut pemerintah, kenaikan PPN diperlukan untuk mengoptimalkan pemasukan APBN. Pasca pandemi Covid-19, utang negara mengalami lonjakan signifikan sehingga defisit APBN harus segera diatasi. Pajak pertambahan nilai menjadi pilihan karena dinilai sebagai sumber pendapatan negara yang mudah dipungut. Namun, keputusan ini menuai kritik tajam, terutama karena dinilai membebani rakyat kecil.
Meskipun pemerintah telah menyiapkan beberapa skenario untuk meredam keresahan masyarakat, seperti diskon listrik 50%, bantuan beras 10 kilogram selama dua bulan, dan insentif pajak untuk UMKM, langkah ini dinilai hanya solusi jangka pendek. Kenaikan PPN tetap memicu inflasi, yang berujung pada lonjakan harga barang dan jasa kebutuhan pokok. Pada akhirnya, rakyat kecil menjadi korban utama dari kebijakan ini.
Kenaikan PPN ini kembali memunculkan kritik atas berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Sebut saja UU Cipta Kerja dan sejumlah kebijakan lain yang sering kali dianggap hanya menguntungkan pihak tertentu. Ironisnya, di tengah potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah, pemerintah masih mengandalkan pajak untuk mendanai proyek-proyek besar.
Indonesia dikenal memiliki tambang dan sumber daya alam yang melimpah. Jika dikelola langsung oleh negara tanpa keterlibatan pihak swasta atau asing, potensi keuntungan yang diperoleh bisa sangat besar. Keuntungan ini seharusnya dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek nasional tanpa membebani masyarakat. Sayangnya, pengelolaan sumber daya alam kerap kali tidak maksimal, sehingga rakyat kembali harus menanggung beban melalui pajak.
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah bukti bahwa kedaulatan rakyat kian tergeser oleh kebijakan yang berpihak pada kepentingan tertentu. Pemerintah perlu mengevaluasi kembali strategi pengelolaan keuangan negara, terutama dalam memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan pengelolaan yang tepat, defisit APBN dapat diatasi tanpa harus mengorbankan rakyat kecil.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS