Oleh: Rio Ferdinand
MASA transisi dari sekolah menengah atas ke jenjang pendidikan tinggi sering kali menjadi fase krusial bagi banyak anak muda. Harapan untuk melanjutkan pendidikan ke universitas idaman begitu tinggi, namun realitasnya, tidak semua jalan berjalan mulus. Fenomena “gap year,” atau jeda sekolah, kini semakin relevan, terutama di kalangan Generasi Z (Gen Z). Bukan sekadar menunda, gap year justru bisa menjadi sebuah jeda yang penuh makna, memberikan ruang untuk refleksi, pengembangan diri, dan penemuan motivasi hidup yang sesungguhnya.
Mengapa Gen Z Memilih Jeda?
Survei Deloitte Global 2025 Gen Z and Millennial Survey menunjukkan data yang cukup mengejutkan. Melansir laporan tersebut, hampir sepertiga (31%) Gen Z memilih untuk tidak langsung melanjutkan kuliah. Alasan utamanya? Biaya kuliah yang tinggi, disebutkan oleh 39% responden sebagai faktor penentu. Namun, persoalan finansial bukan satu-satunya pemicu.
Menurut hasil survei Deloitte Global, para Gen Z juga skeptis terhadap kemampuan pendidikan tinggi dalam membekali mereka dengan pengalaman praktis yang dibutuhkan di dunia kerja. Mereka berpandangan bahwa pengalaman kerja langsung dan keterampilan teknis lebih relevan di industri saat ini. Oleh karena itu, banyak yang memilih jalur alternatif seperti pelatihan keterampilan, program magang, hingga pembelajaran langsung di tempat kerja (On-the-Job Training/OJT). Jalur ini dinilai lebih efektif, terjangkau, dan berorientasi pada kemampuan praktis.
Faktor-faktor lain yang mendorong keputusan gap year ini juga beragam, antara lain:
- Kondisi keluarga atau pribadi (34%)
- Keinginan belajar lebih fleksibel dan mandiri (26%)
- Memilih jalur karier yang tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan tinggi (25%)
- Kurangnya minat pada pendidikan tradisional (21%)
- Kekhawatiran terhadap utang pendidikan atau student loan (21%)
- Pilihan untuk membuka usaha sendiri (19%)
- Pandangan bahwa kampus tidak menawarkan skill yang relevan dengan perkembangan teknologi seperti AI (16%)
Data ini menegaskan bahwa keputusan gap year bukanlah sekadar pelarian dari tekanan akademis, melainkan sebuah pertimbangan matang yang dilandasi oleh perubahan prioritas dan pandangan terhadap masa depan.
Gap Year: Dulu Negatif, Kini Penuh Potensi
Di Indonesia, mengambil jeda dari pendidikan formal sering kali masih dipandang negatif. Dikutip dari Kompasiana.com, banyak orang tua dan masyarakat menganggap bahwa melanjutkan pendidikan tanpa jeda adalah jalan terbaik. Aktivitas selama gap year sering dianggap sia-sia dan boros, karena orang tua mungkin harus mengeluarkan uang lebih untuk kursus tambahan. Kurangnya informasi mengenai manfaat gap year inilah yang membuat banyak siswa ragu atau malu untuk mengambil langkah ini.
Padahal, mengutip dari artikel yang sama di Kompasiana.com, gap year adalah kesempatan untuk menjelajahi dunia dan mendapatkan pengalaman langsung. Beberapa tokoh dunia seperti Steve Jobs, J.K. Rowling, Benedict Cumberbatch, dan Albert Einstein bahkan pernah menerapkan gap year selama menjalani studi mereka. Ini menunjukkan bahwa jeda ini, jika dimanfaatkan dengan baik, justru dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan pribadi dan profesional.
Memetik Manfaat dari Jeda yang Bermakna
Gap year menawarkan segudang manfaat jika direncanakan dengan matang. Melansir The Scholarship Hub dalam artikel berjudul “10 Pros And Cons Of Taking A Gap Year”, gap year dapat memberikan seseorang kesempatan untuk merenung mengenai hal yang benar-benar disukai dan ingin dikejar. Ini adalah waktu ideal untuk mengejar hobi dan minat yang mungkin terabaikan selama masa sekolah.
Beberapa manfaat lain yang bisa diperoleh dari gap year antara lain:
- Waktu untuk Berlibur dan Mengeksplorasi: Memberi kesempatan untuk bepergian ke tempat jauh dan dalam waktu yang lama, hal yang sulit dilakukan saat sudah mulai kuliah.
- Lebih Siap Menghadapi Perguruan Tinggi: Menggunakan gap year untuk mencari pengalaman hidup dapat mempermudah seseorang dalam menghadapi dunia perkuliahan, membentuk mental yang lebih mandiri dan berani.
- Mendapatkan Pengalaman Kerja: Menurut Post University Blog dalam artikelnya “Considering a Gap Year? Here Are the Pros and Cons You Need to Know”, gap year memberi kesempatan untuk mendapat pengalaman kerja yang berharga, yang dapat mendorong seseorang mempertimbangkan tujuan dan keterampilan hidup.
- Mengembangkan Keterampilan Hidup: Belajar keterampilan praktis seperti mengatur anggaran, memasak, membersihkan tempat tinggal, dan bergabung dalam komunitas sesuai minat, semua bisa dilakukan sebelum jauh dari orang tua.
Gap Year di Era Digital: Peluang Tanpa Batas
Era digital telah membawa perubahan signifikan dalam konsep gap year. Dengan kemajuan teknologi dan aksesibilitas internet, banyak cara untuk memaksimalkan manfaat gap year melalui peluang daring maupun luring.
- Akses Kursus Online dan Sumber Daya Pendidikan: Internet menyediakan akses ke berbagai platform seperti Coursera, edX, atau Udemy yang menawarkan kursus dalam berbagai bidang. Ini memungkinkan pengembangan keterampilan baru atau pendalaman pengetahuan.
- Peluang Kerja dan Magang Jarak Jauh: Banyak perusahaan kini menawarkan posisi kerja dan magang jarak jauh. Ini memberikan pengalaman kerja berharga tanpa harus berada di lokasi tertentu, serta fleksibilitas waktu yang lebih besar.
- Kesempatan Menjadi Sukarelawan Online: Berbagai organisasi non-pemerintah dan lembaga amal menawarkan kesempatan menjadi sukarelawan secara daring, seperti pengajaran bahasa atau dukungan teknis.
- Jaringan dan Kolaborasi Global: Media sosial dan platform profesional memungkinkan terhubung dan berkolaborasi dengan profesional di seluruh dunia, membuka peluang membangun jaringan dan kolaborasi internasional.
Menghadapi Tantangan dan Meraih Sukses Gap Year
Tentu saja, gap year tidak datang tanpa tantangan. Salah satu yang paling umum adalah godaan untuk terlena dengan waktu luang. Menurut Kompasiana.com, manajemen waktu menjadi kunci. Menggunakan aplikasi manajemen waktu dan produktivitas dapat membantu mengatur jadwal dan memastikan waktu dimanfaatkan dengan baik. Tantangan lain meliputi ketersediaan koneksi internet yang stabil dan gangguan dari media sosial yang dapat mengurangi produktivitas.
Untuk meraih kesuksesan selama gap year, perencanaan yang matang adalah segalanya. Berikut beberapa tips dan trik yang bisa diterapkan:
- Buat rencana yang jelas: Tetapkan tujuan, anggaran, dan jadwal yang realistis.
- Diskusikan dengan orang terdekat: Libatkan orang tua, guru, atau pembimbing akademis untuk mendapatkan masukan dan dukungan.
- Manfaatkan internet dan jaringan sosial: Cari informasi mengenai program gap year yang tersedia.
- Bersikap terbuka terhadap perubahan: Fleksibilitas adalah kunci untuk memaksimalkan manfaat dari gap year.
Motivasi Hidup: Lebih dari Sekadar Lulus Kuliah
Keputusan untuk mengambil gap year, meskipun belum sepenuhnya lazim, mencerminkan pergeseran paradigma motivasi hidup di kalangan Gen Z. Motivasi tidak lagi semata-mata diukur dari seberapa cepat seseorang menyelesaikan pendidikan formal atau seberapa tinggi gelar yang diraih. Seperti pesan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada peserta UTBK SNBT 2025 yang lulus dan tidak lulus, “kelulusan ini jangan dipandang sebagai kemenangan akhir, tetapi ini adalah amanah untuk belajar lebih bersungguh-sungguh.” Bagi yang belum lulus, Anies Baswedan menekankan, “hasil hari ini tidak pernah dan tidak boleh menjadi batas dari masa depan Anda.” Kegagalan bukanlah lawan dari kesuksesan, melainkan bagian dari kesuksesan selama kita terus berusaha.
Gap year adalah perjalanan yang unik bagi setiap individu. Bagi sebagian, ini adalah waktu untuk beristirahat dan merenung; bagi yang lain, ini adalah kesempatan untuk tumbuh dan menemukan arah baru dalam hidup. Dengan perencanaan yang matang, dukungan dari keluarga dan teman, serta sikap yang terbuka terhadap pembelajaran dan perubahan, gap year dapat menjadi salah satu pengalaman paling berharga dan transformatif dalam hidup Anda.
Pada akhirnya, motivasi hidup sejati berasal dari pemahaman diri, keberanian untuk menjelajahi jalur yang berbeda, dan ketekunan untuk terus melangkah, apa pun hasilnya.
*Penulis adalah Civitas Akademik Program Studi Penerbitan (Jurnalistik), Politeknik Negeri Jakarta