Proyek PL dan Pokir Diduga Dikuasai Oknum Pejabat di Dinas PUTR Ketapang

  • Bagikan
Ilustrasi. (Suaraindo.id/AI)

Suaraindo.id – Dugaan praktik permainan proyek Penunjukan Langsung (PL) dan Pokok Pikiran (Pokir) di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang kembali mencuat ke permukaan. Sorotan tertuju pada seorang oknum salah satu pejabat di Dinas PUTR, yang disebut-sebut menjadi “operator” sekaligus pemegang kunci pengaturan proyek PL dan Pokir.

Modus yang diungkap: proyek PL diklaim berasal dari aspirasi DPRD, sehingga mengesankan seolah-olah proyek itu sah dan merupakan hasil reses anggota dewan. Namun di balik itu, kontraktor menggunakan nama pinjaman, sedangkan pelaksana sebenarnya sudah “dikondisikan” jauh sebelumnya.

“Para staf pengadaan (PPBJ) disebut langsung berkoordinasi dengan oknum pejabat tersebut. Sebagai PPK dan KPA, ia diduga mengarahkan penunjukan langsung kepada kontraktor tertentu, yang kerap hanya pinjam nama,” ungkap Ketua LSM Peduli Kayong, Suryadi, Rabu (30/07/2025).

Total proyek PL di bidang SDA tahun ini mencapai 176 paket, rata-rata senilai Rp 198 juta, dengan total anggaran sekitar Rp 35 miliar. Dugaan kongkalikong diperkuat oleh fakta bahwa seluruh paket telah diklaim “habis”, meskipun belum semuanya ditayangkan di LPSE.

Sayangnya, dari pengamatan di lapangan, mayoritas proyek yang dikerjakan dinilai sangat buruk secara kualitas dan tidak mengedepankan azas manfaat. Proyek-proyek itu hanya mengutamakan target fisik dan keuntungan pihak tertentu. Akibatnya, dana APBD Ketapang yang semestinya menjadi alat untuk membangun dan memperbaiki taraf hidup masyarakat justru dihamburkan tanpa arah.

Padahal masyarakat berharap pemimpin dan pejabat yang ikhlas membangun, bukan sekadar mengelola proyek demi kepentingan pribadi dan kelompok. Infrastruktur yang dibangun pun sering kali cepat rusak, tidak bertahan lama, dan tidak menjawab kebutuhan riil masyarakat di lapangan.

Sementara itu, dana Pokir DPRD Ketapang diketahui sebesar Rp 3 miliar per anggota dan Rp 5 miliar untuk pimpinan dewan. Dengan batas maksimal PL Rp 200 juta, setiap anggota dewan bisa mengawal 15–20 paket. Namun, para pelaku usaha lokal mengaku bahwa sebagian besar proyek itu dikuasai oleh pihak-pihak tertentu yang punya kedekatan dengan pejabat dinas.

“Kami berkali-kali ingin ikut PL, tapi selalu ditolak. Jawabannya: itu proyek Pokir, silakan hubungi dewan atau operatornya. Ratusan paket dibilang Pokir, padahal tidak masuk akal,” kata seorang kontraktor yang enggan disebutkan namanya.

Ia juga mempertanyakan logika bahwa semua proyek Pokir diarahkan ke satu bidang, yakni SDA. “Kecuali semua anggota DPRD itu jamaah naruh Pokir di bidang SDA, ini tidak masuk logika. Lalu dinas lain proyeknya apa? Kalau seperti ini, wajar publik curiga ini permainan,” tambahnya.

Salah satu anggota DPRD Ketapang yang namnya enggan disebut mengakui bahwa dana aspirasi sebesar Rp 3 miliar memang diinput dalam SIPD dan dibahas bersama Pemda. Namun menurutnya, alokasi proyek menyebar ke berbagai sektor dan tidak hanya ke SDA.

“Kalau semua numpuk di satu bidang, itu bohong. Harusnya OPD juga punya keberanian menolak Pokir yang tidak relevan. Jangan selalu menyudutkan dewan, bisa saja mainnya justru di pejabat dinas,” ujarnya.

Ia pun menyindir gaya hidup oknum pejabat yang mendadak meningkat drastis.

“Kalau hidupnya mendadak mewah, itu pantas dipertanyakan. PNS itu seharusnya hidup sederhana, kecuali punya kebun sawit seluas gunung atau tambang pribadi,” katanya tajam.

KPK: Pokir Legal, Tapi Rawan Jadi Lahan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan Surat Edaran SE-2/2024 yang memperingatkan seluruh DPRD agar tidak menyalahgunakan Pokir dalam penyusunan APBD. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyoroti pola korupsi yang marak seperti fee proyek, intervensi ke OPD, dan pengondisian pemenang.

“Pokir itu legal, tapi praktik di lapangan banyak yang menyimpang. Kami terima laporan fee, pengaturan proyek, dan tekanan terhadap OPD. Ini harus dihentikan,” kata Ghufron dalam konferensi pers, Selasa (16/07/2025).

Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, menegaskan Pokir harus sesuai dengan RKPD dan RPJMD. Jika tidak, kepala daerah dan OPD harus berani menolak.

“Kalau OPD cuma ikut tanda tangan Pokir yang ngawur, itu bisa masuk penjara. Jangan maksa-maksa,” ujarnya tegas.

Hingga berita ini diterbitkan, tim Suaraindo.id masih berupaya menghubungi oknum pejabat di Dinas PUTR Kabupaten Ketapang itu, namun belum mendapat tanggapan.

Dugaan pengaturan proyek PL dan Pokir oleh oknum pejabat PUTR Ketapang semakin menambah daftar panjang potensi praktik korupsi di daerah. Dengan peringatan keras dari KPK, saatnya aparat penegak hukum mengambil langkah nyata. Transparansi dan pengawasan ketat mutlak diperlukan agar pembangunan tak lagi menjadi ladang bancakan para elite.

  • Bagikan