Suaraindoi.id – Kratom kian menegaskan dirinya sebagai komoditas alternatif yang menjanjikan bagi masyarakat Kalimantan Barat. Berdasarkan data Lembaga Forclime FC tahun 2018, tercatat 45.833 hektare ladang kratom tersebar di 150 desa pada 13 kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Lahan tersebut dikelola 46.751 kepala keluarga dengan jumlah tanaman mencapai 112.107.126 batang.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat merespons perkembangan tersebut melalui Peraturan Gubernur Kalbar Nomor 33 Tahun 2022 tentang Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu, yang secara resmi memasukkan kratom ke dalam daftar tumbuhan obat dan tanaman hias yang dikembangkan di daerah. Saat ini, rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalbar tentang Tata Niaga dan Tata Kelola Kratom juga tengah dipersiapkan untuk memperkuat legalitas dan tata kelola berkeadilan.
Kabar baik juga datang dari pemerintah pusat. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 dan 21 Tahun 2024 membuka peluang ekspor kratom dengan persyaratan tertentu. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sekaligus kredibilitas kratom di pasar internasional.
Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan menegaskan pentingnya kualitas dalam menghadapi pasar global yang kompetitif, terutama di Amerika dan Eropa.
“Sekarang bukan zamannya lagi kita hanya mengejar jumlah. Dunia menuntut kualitas. Saya minta para petani benar-benar menjaga kualitas kratom yang diproduksi. Edukasi cara menanam, jarak tanam hingga panen harus dilakukan dengan benar. Jangan sampai dicampur dengan daun lain karena bisa merusak reputasi produk kita di pasar global,” tegas Krisantus saat membuka kegiatan Panggung Inspirasi Petani yang diinisiasi Perkumpulan Petani Kratom Nusantara (PPKN) di GOR Indoor Voli Putussibau, Jumat (5/9/2025).
Krisantus menyebutkan industri kratom di Kalbar terus berkembang positif. Mesin produksi skala rumahan telah aktif di Pontianak, sementara pengolahan terbesar berada di Kapuas Hulu. “Ini potensi luar biasa yang harus kita dorong bersama,” ujarnya.
Wagub juga menekankan pentingnya optimalisasi Pelabuhan Internasional Kijing sebagai jalur strategis ekspor hasil bumi Kalbar. Menurutnya, selama ini banyak komoditas pertanian dan tambang justru diekspor melalui pelabuhan di luar daerah, sehingga pencatatan ekonomi lebih menguntungkan provinsi lain.
“Puluhan tahun kita rugi. Sawit kita, tambang kita, malah dicatat sebagai hasil bumi Jakarta atau Riau. Karena itu, saya terus mendorong agar Pelabuhan Kijing difungsikan maksimal,” jelasnya.
Usai membuka acara, Krisantus bersama Ketua PPKN, Abang Muhammad Nasir, meninjau langsung mesin pengolahan kratom yang disebut terbesar di Kalbar.
Sebagai informasi, kratom atau puri (Mitragyna speciosa) merupakan tanaman endemik Kalimantan Barat, terutama di Kapuas Hulu, Melawi, Sintang, Ketapang, Kayong Utara, dan Kubu Raya. Selain berfungsi ekologis sebagai penahan abrasi dan erosi, kratom telah lama digunakan masyarakat sebagai herbal tradisional.
Hasil kajian Badan Litbang Kemenkes RI tahun 2019 di Kapuas Hulu juga memperkuat reputasi kratom. Studi tersebut menyatakan tidak ada perubahan pola penyakit, keluhan kesehatan, maupun gejala ketergantungan pada masyarakat yang rutin mengonsumsi kratom. Temuan ini sekaligus meluruskan informasi simpang siur terkait tanaman yang kini menjadi primadona baru ekonomi Kalbar.