Oleh: Pradikta Andi Alvat*
CPNS Analis Perkara Peradilan (Proyeksi Calon Hakim) Pengadilan Negeri Rembang
Menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP “Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah terbukti dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan oleh kehendaknya sendiri”. Pasal 53 ayat (2) “maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dalam hal ini percobaan dikurangi sepertiga”.
Selanjutnya menurut Pasal 54 KUHP “Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana”. Artinya, percobaan melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan sanksi pidana hanyalah percobaan melakukan kejahatan, sedangkan percobaan melakukan pelanggaran tidak dapat dikenakan sanksi pidana. Sebagaimana diketahui, tindak pidana dapat dibedakan menjadi tindak pidana kejahatan (delik hukum) dan tindak pidana pelanggaran (delik undang-undang).
Namun, dalam delik kejahatan tertentu, terdapat pengecualian, bahwa melakukan percobaan delik kejahatan tertentu tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana. Misalnya percobaan melakukan perkelahian tanding, percobaan penganiayaan ringan, percobaan penganiayaan biasa, dan percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan.
Dasar pemidanaan atau alasan patut dipidananya perbuatan percobaan tindak pidana dapat dilihat dalam 3 kerangka teori. Pertama, teori subyektif. Menurut teori subyektif ini, dasar dari pemidanaan terhadap percobaan tindak pidana terletak pada sikap batin atau watak jahat/berbahaya dari seseorang.
Kedua, teori obyektif. Menurut teori ini, dasar dari pemidanaan percobaan tindak pidana terletak pada sifat jahat/berbahayanya perbuatan yang dibagi menjadi teori obyektif-formil (menitikberatkan sifat jahat/berbahaya perbuatan terhadap tata hukum) dan teori obyektif-materil (menitikberatkan sifat jahat/berbahaya perbuatan terhadap kepentingan hukum). Ketiga, teori campuran. Melihat dasar patut dipidananya percobaan tindak pidana berdasarkan sikap batin pelaku yang jahat/berbahaya dan sifat jahat/berbahayanya perbuatan.
Percobaan tindak pidana sendiri pada hakikatnya merupakan dasar perluasan dapat dipidananya seseorang bukan dasar perluasan dapat dipidananya perbuatan, mengingat percobaan bukan merupakan delik mandiri (delicta sui generis) melainkan delik yang tidak sempurna. Sebagai delik yang tidak sempurna, percobaan tindak pidana memiliki 3 unsur yang harus terpenuhi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
Pertama, adanya niat (voornemen). Niat adalah kehendak untuk melakukan perbuatan. Dalam percobaan selesai, niat sama dengan kesengajaan sedangkan dalam percobaan tidak selesai niat diartikan sebagai sifat melawan hukum yang subyektif. Kedua, permulaan pelaksanaan. Seseorang itu harus sudah melakukan perbuatan pelaksanaan tidak sekadar perbuatan persiapan.
Perbuatan pelaksanaan mengacu pada terpenuhinya elemen-elemen perbuatan yang menjadi unsur/anasir delik. Menurut Prof. Moeljatno, orang dikatakan melakukan perbuatan pelaksanaan apabila orang tersebut telah melakukan perbuatan: yang secara obyektif mendekatkan pada delik pidana tertentu, secara subyektif tidak ada lagi keraguan mengenai delik pidana yang dituju, dan bersifat melawan hukum.
Ketiga, tidak selesainya perlaksanaan semata-mata bukan karena kehendaknya sendiri. Artinya, tidak selesainya perbuatan pelaksanaan (untuk mewujudkan delik) terjadi karena suatu alasan di luar kehendak pelaku. Jika tidak selesainya perbuatan pelaksanaan karena kehendak pelaku, maka hal tersebut tidak dapat digolongkan sebagai percobaan (misalnya pengunduran diri sukarela atau tindakan penyesalan).
Secara teoritik, percobaan dapat didistingsi menjadi dua. Pertama, percobaan selesai. Dimana perbuatan pelaksanaan telah dilakukan keseluruhan, namun hasilnya tidak terjadi sebagaimana dikehendaki. Contohnya Si A yang hendak membunuh si B dengan mengincar kepala si B untuk ditembak menggunakan senjata api, kemudian terjadi penembakan namun hanya mengenai kaki si B dan si B tidak meninggal. Kedua, percobaan tidak selesai. Dimana perbuatan pelaksanaan tidak keseluruhan terwujud karena adanya halangan. Contohnya Si A yang hendak membunuh si B dengan mengincar kepala si B untuk ditembak menggunakan senjata api, kemudian gagal terjadi penembakan karena saat si A hendak menembakkan perluru ke kepala si B, si C merampas sanjata api dari tangan si A.
Percobaan juga dapat dilihat dalam kerangka percobaan mampu (mampunya alat dan obyek untuk terwujudnya perbuatan pelaksanaan) dan percobaan tidak mampu, yang dapat disebabkan oleh ketidakmampuan alat dan obyek, yang dibedakan menjadi ketidakmampuan alat secara mutlak (misalnya menembak dengan peluru kosong untuk membunuh orang) dan relatif (misalnya meracun dengan dosis kurang) serta ketidakmampuan obyek secara mutlak (misalnya membunuh orang yang ternyata telah meninggal sebelumnya) dan relatif (misalnya meracun seseorang namun ternyata orang tersebut memiliki daya tahan tubuh yang sangat kuat, sehingga racun tersebut gagal membunuh orang tersebut). ***