Suaraindo.id – Tetanus neonatorum atau neonatal tetanus adalah penyakit tetanus yang menyerang bayi baru lahir.
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang dialami oleh bayi baru lahir. Tingkat kematian akibat tetanus neonatorum cukup tinggi, sehingga pencegahannya sangat diutamakan.
Kondisi ini banyak ditemukan di daerah terpencil yang mana akses ke pelayanan dan fasilitas medisnya masih sangat terbatas. Lantas, apa yang menyebabkan terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir? Mari simak penjelasan selengkapnya dalam ulasan di bawah ini.
Apa itu Tetanus Neonatorum?
Tetanus neonatorum atau neonatal tetanus adalah penyakit tetanus yang menyerang bayi baru lahir. Sebetulnya, tetanus ini bisa menyerang bayi pada usia berapa pun, namun salah satu kelompok yang paling rentan terkena penyakit tetanus ini adalah bayi baru lahir. Itulah mengapa, kondisi ini disebut sebagai tetanus neonatorum.
Secara umum, tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh spora dari bakteri Clostridium tetani yang biasanya ditemukan di tanah, debu, atau kotoran hewan. Penyakit ini muncul sebagai akibat dari perkembangan bakteri di jaringan mati (misal pada luka yang kotor) yang memproduksi tetanospasmin. Zat beracun inilah yang kemudian menyerang otak dan sistem saraf pusat.
Tetanus neonatorum pada bayi dipicu oleh luka yang kotor akibat proses persalinan dan perawatan tali pusat yang tidak steril. Hal ini bisa terjadi salah satunya karena ibu tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri Clostridium tetani penyebab penyakit tetanus selama masa kehamilan.
Penyebab Tetanus Neonatorum
Pada dasarnya, penyebab tetanus adalah bakteri Clostridium tetani. Bakteri tersebut dapat memproduksi racun tetanospasmin yang menyerang otak dan sistem saraf pusat. Infeksi bakteri Clostridium tetani sering kali terjadi melalui luka goresan, tusukan, atau sobekan akibat benda yang terkontaminasi.
Tetanus neonatorum terjadi karena bakteri Clostridium tetani menginfeksi tubuh bayi melalui proses persalinan dan perawatan tali pusat yang tidak steril, misalnya memotong tali pusar menggunakan peralatan yang tidak higienis yang menjadi lokasi pertumbuhan spora bakteri C. tetani.
Faktor Risiko Tetanus Neonatorum
Risiko tetanus neonatorum bisa meningkat apabila ibu tidak menerima vaksin TT (tetanus toxoid) yang lengkap selama masa kehamilan. Tidak hanya pada bayi, namun risiko tetanus juga bisa meningkat pada sang ibu. Selain itu, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko tetanus neonatorum adalah:
Menjalani proses persalinan dan perawatan tali pusat menggunakan peralatan yang tidak steril.
Persalinan dilakukan di luar layanan fasilitas kesehatan.
Tangan yang membantu proses persalinan tidak bersih.
Terkena paparan tanah atau lumpur yang dapat menularkan bakteri penyebab tetanus pada lokasi maupun alat yang dipakai untuk persalinan atau perawatan tali pusat.
Terdapat riwayat tetanus neonatorum pada kematian anak sebelumnya.
Tempat melahirkan tidak steril seperti menggunakan alas tikar atau terdapat hewan peliharaan di sekitar tempat persalinan.
Tingkat sosio-ekonomi orang tua yang rendah.
Pemeriksaan antenatal yang tidak rutin.
Pengaruh adat istiadat yang membatasi akses ibu hamil ke layanan fasilitas kesehatan.
Gejala Tetanus Neonatorum
Gejala tetanus neonatorum biasanya muncul ketika bayi berusia 3–14 hari. Pasalnya, di hari-hari pertama kelahiran, bayi akan terlihat sehat dan normal.
Sejumlah gejala yang ditimbulkan oleh tetanus neonatorum adalah:
Menangis dalam waktu yang lama tanpa alasan yang jelas.
Wajah bayi gelisah dan meringis.
Otot-otot pada bayi menjadi kaku, terutama pada rahang, leher, dan batang tubuh, sehingga mengakibatkan punggung bayi melengkung serta menegang disertai posisi kepala tertahan ke belakang (opistotonus).
Ekspresi wajah seperti menyeringai akibat otot-otot wajah yang tegang (risus sardonikus).
Mengalami kejang akibat rangsangan cahaya, sentuhan, atau suara.
Tidak mampu menyusu atau mengisap ASI dengan baik.
Gangguan pernapasan.
Terdapat nanah pada bagian tali pusat.
Demam.
Diagnosis Tetanus Neonatorum
Sebelum menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan tanya jawab atau anamnesis kepada ibu secara detail mengenai kondisi kehamilan, riwayat imunisasi, dan sebagainya. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara langsung kepada bayi untuk mengevaluasi tanda-tanda tetanus neonatorum.
Komplikasi Tetanus Neonatorum
Apabila tidak segera ditangani dengan tepat, tetanus neonatorum dapat menyebabkan berbagai komplikasi fatal seperti bayi gagal bernapas, henti jantung mendadak, gagal ginjal, gagal jantung, penurunan suhu tubuh bayi di bawah normal (hipotermia), dan lain-lain.
Pasalnya, kebanyakan kasus kematian bayi karena kondisi-kondisi tersebut terjadi pada 3–28 hari setelah kelahiran. Meski kasus tetanus neonatorum kini sudah semakin menurun, kondisi ini masih menjadi perhatian utama dokter maupun bidan terhadap bayi baru lahir terutama di tempat-tempat dengan akses ke layanan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang terbatas.
Penanganan Tetanus Neonatorum
Pengobatan untuk tetanus neonatorum adalah dengan pemberian obat antibiotik untuk mematikan dan menghentikan perkembangbiakkan bakteri. Selain itu, dokter juga bisa memberikan anti tetanus immunoglobulin (human tetanus immune globulin / HTIG) maupun anti tetanus serum (ATS) untuk membantu menetralisir toksin yang sudah menyebar.
Sementara itu, bagi bayi yang mengalami gejala kejang otot, gangguan pernapasan, dan henti jantung mendadak biasanya akan mendapatkan perawatan khusus di unit rawat intensif.
Pencegahan Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum adalah kondisi yang harus dicegah, karena risiko kematiannya sangat tinggi. Cara paling efektif untuk mencegah tetanus neonatorum adalah dengan memberikan vaksin tetanus toxoid yang lengkap serta memberikan akses layanan dan fasilitas kesehatan bagi ibu hamil.
Vaksin tetanus toxoid untuk ibu hamil bisa diberikan pada trimester pertama sampai dengan trimester ketiga selama kehamilan. Untuk ibu hamil dengan riwayat imunisasi tetanus yang tidak diketahui dengan jelas, maka imunisasi tetanus idealnya diberikan sebanyak 5 kali selama kehamilan.
Sementara itu, untuk ibu hamil dengan riwayat imunisasi tetanus yang jelas pada masa kecilnya, maka pemberian imunisasi tetanus disarankan sebanyak 2 kali. Vaksin ini dapat membantu memaksimalkan transfer antibodi dari ibu ke bayi, sehingga janin mendapatkan perlindungan maksimal.
Di samping itu, penggunaan antimikroba topikal untuk perawatan tali pusat juga bermanfaat untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi pada bayi. Bahkan tidak hanya tetanus, perawatan ini juga berguna mencegah infeksi lain yang mungkin terjadi ketika proses pemotongan tali pusat.
Jadi, pastikan ibu melahirkan dengan prosedur medis yang steril dan mendapatkan perawatan tali pusat secara tepat. Jangan lupa untuk menjaga kesehatan selama kehamilan dengan melakukan pemeriksaan antenatal secara rutin di rumah sakit.