Suaraindo.id – Menjelang potensi kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, China telah menyiapkan strategi komprehensif guna menghadapi ancaman kebijakan dagang dan tarif tinggi yang mungkin diusung Trump, dilansir dari VoA Indonesia. Saat Trump pertama kali memimpin, perang dagang antara AS dan China menghantam hubungan ekonomi kedua negara, menyebabkan ketegangan yang belum sepenuhnya mereda hingga kini. Kali ini, Beijing memperkuat hubungan dengan sekutu global, mendorong kemandirian teknologi, dan mengalokasikan cadangan finansial guna melindungi ekonomi dalam negeri yang rentan terhadap tarif baru.
Menurut Zhao Minghao, pakar dari Universitas Fudan Shanghai, China tidak akan mengulangi respons agresif seperti pada periode sebelumnya. Sebaliknya, Beijing akan memilih langkah yang terukur dalam merespons kebijakan ekonomi Trump, terutama dengan memprioritaskan dialog. Hal ini tercermin dari pesan Presiden Xi Jinping kepada Trump yang menekankan kerja sama daripada konfrontasi.
Penguatan Kemandirian Teknologi di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
China telah memperkuat kemandirian teknologi sejak Trump memberlakukan sanksi dan pembatasan ekspor terhadap perusahaan teknologi, seperti ZTE pada 2018, yang memicu upaya besar untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Sejak itu, proyek pengadaan pemerintah yang menggantikan teknologi asing dengan produk lokal telah melonjak signifikan. Namun, sektor teknologi China tetap merasakan dampak dari pembatasan ini, terutama dalam akses ke teknologi terbaru.
Winston Ma, mantan eksekutif dari China Investment Corporation, menyatakan bahwa meski telah berupaya menjadi mandiri, China tetap menghadapi kendala besar di sektor teknologi. Mantan pejabat Departemen Perdagangan AS Nazak Nikakhtar memperkirakan bahwa Trump akan memperketat kebijakan pengendalian ekspor, memperluas daftar perusahaan dan entitas yang tidak boleh menerima teknologi AS.
Strategi Aliansi Diplomatik untuk Menyeimbangkan Perdagangan
Selain memperkuat sektor teknologi, China juga telah meningkatkan hubungan dengan sekutu-sekutu global. Dalam beberapa bulan terakhir, Beijing melakukan upaya diplomasi aktif, termasuk mengakhiri pertikaian militer dengan India, memperbaiki hubungan dengan Jepang, dan memperluas kolaborasi dengan Uni Eropa.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan internasional dan meminimalkan dampak ekonomi dari potensi kebijakan dagang Trump. Analis internasional Jean-Pierre Cabestan menyoroti bahwa China sedang mengupayakan hubungan yang lebih erat dengan negara-negara Eropa, Australia, Inggris, dan bahkan Jepang sebagai bentuk strategi perdagangan yang lebih seimbang.
China Fokus pada Mitigasi Dampak Tarif dan Kebijakan Trump
Li Mingjiang, akademisi dari Sekolah Studi Internasional Rajaratnam di Singapura, memperkirakan bahwa ekonomi China mungkin memerlukan stimulus yang lebih besar untuk mengimbangi dampak dari kemungkinan kebijakan tarif AS. Besarnya eksposur perdagangan China terhadap AS memicu kekhawatiran akan pengurangan ekspor yang dapat memengaruhi pendapatan pemerintah dan lapangan kerja.
Dengan memperluas pengaruh di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin, China juga berusaha mengisi celah yang ditinggalkan oleh kebijakan luar negeri Trump di wilayah tersebut, seperti yang disampaikan Eric Olander, pemimpin redaksi China-Global South Project. Perdagangan dan hubungan yang erat dengan negara-negara berkembang ini menjadi elemen penting dalam strategi China untuk memperkuat stabilitas ekonominya di tengah persaingan dengan AS.
Kesimpulan
Persiapan strategis China menghadapi kebijakan ekonomi AS yang potensial di bawah Trump menggambarkan tekad Beijing untuk memperkuat ekonomi dan kemandirian teknologi. Dengan upaya diplomasi luas dan investasi dalam kemandirian teknologi, China tampaknya siap menavigasi tantangan global sambil tetap menjaga stabilitas ekonomi dan posisi strategisnya di tengah perubahan politik internasional.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS