Suaraindo.id–Pengertian pariwisata halal, yang mulai diminati warga, selama ini dibayang-bayangi misinformasi, miskomunikasi dan juga misintepretasi dan tak jarang dibumbui kontestasi politik yang akhirnya berdampak negatif. Demikian pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno dalam forum diskusi membahas buku “Hukum Pariwisata Syariah di ASEAN,” yang ditulis pakar hukum bisnis internasional, Dr Reza Zaki, hari Rabu (7/7).
Menurut Sandi, wisata halal lebih pada soal penyediaan layanan tambahan yang lebih melayani kebutuhan wisatawan Muslim .
“Jadi bukan zonasi. Bukan lokasi, bukan daerah yang dikembangkan, tetapi adalah extension of services. Adalah pengembangan dari layanan-layanan yang diperlukan untuk ada,” kata Sandi.
Sandi mengutip sebagian konsep wisata ramah Muslim berdasarkan Muslim Traveler Faith Based Service Needs 2.0. Menurutnya hal-hal mendasar yang perlu disediakan dalam wisata ramah Muslim adalah makanan halal, tempat beribadah, fasilitas berwudhu dan toilet memadai, serta tidak memiliki Islamophobia. Hanya itu saja, syarat dasar yang harus dimiliki sebuah destinasi ramah Muslim.
Fasilitas lain yang menjadi nilai tambah misalnya adalah penyediaan layanan menu di Bulan Ramadan dan pengalaman berwisata di komunitas Muslim lokal. Sedangkan pada kelompok ketiga, yang bagus jika tersedia tetapi jika tidak pun tak memberi dampak adalah fasilitas rekreasi yang memberi privasi.
Sandi menyebut, Indonesia semestinya menyambut baik tren wisata ramah Muslim ini. Pertumbuhannya, baik di skala ASEAN maupun global sangat menjanjikan.
“Kalau kita lihat pada 2026, akan ada 230 juta traveler, dengan belanja sebesar 180 miliar dollar. Ini baru hitungan menggunakan digital, belum lagi kalau menghitung dampak lanjutannya yang ada di setiap destinasi,” kata Sandi.
Indonesia di Posisi Keempat Wisata Halal Dunia
Posisi Indonesia saat ini pada Global Islamic Economic indicator, kata Sandi, ada di posisi ke empat. Tiga negara yang berada di atas adalah Malaysia, Saudi Arabia dan Eni Emirate Arab. Dalam jumlah kunjungan wisatawan mancanegara Muslim , di tingkat regional pada 2018 Indonesia masih kalah dibanding Malaysia, Thailand, dan Singapura.
“Padahal kita negara dengan destinasi yang luar biasa beragamnya. Ini merupakan peluang untuk kita kembangkan,” tambahnya.