Menanti Vaksin Covid-19 Buatan Indonesia, LIPI Lakukan Uji Klinis Tingkat Lanjut

  • Bagikan

Suaraindo.id– Di tengah pandemi Covid-19 ini, keberadaan vaksin virus corona, SARS-CoV2, sangat dinantikan. Saat ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan berbagai pihak melakukan pengujian untuk dapat menemukan vaksin produksi Indonesia.

“Hasil uji klinis yang dilakukan di Biofarma Bandung tentunya sangat diharapkan dan dinantikan hasilnya karena akan terlihat potensi bagaimana Indonesia dapat secara mandiri memproduksi vaksin,” ujar Deputi Bidang Ilmu Teknik LIPI, Agus Haryono, seperti dikutip dari Lipi.go.id, Selasa (28/7).

Laboratorium Bio Safety Level 3 (BSL -3) LIPI saat ini menjadi fasilitas pendukung untuk pengujian vaksin. Vaksin merupakan zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

Pos Terkait

Kepala BSL3 LIPI, Ratih Asmana Ningrum, mengatakan, pada dasarnya vaksin mengambil keseluruhan atau sebagian mikroba atau patogen, yang kemudian dilemahkan agar tidak berbahaya saat dimasukkan ke dalam tubuh.

Menurut Ratih, tujuan pemberian vaksin adalah membuat tubuh mengenali jenis mikroba atau pathogen. Jika ada patogen yang sama masuk, tubuh sudah tahu cara menghadapinya atau membentuk antibody.

Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Wien Kusharyoto, mengatakan, untuk vaksin SARS-CoV2, LIPI memilih mengembangkan vaksin rekombinan sub-unit, yang berarti vaksin diambil hanya dari bagian tubuh virus, yaitu Protein Spike (Protein S).

“Protein Spike dan Receptor Binding Domain saat ini menjadi kandidat utama sebagai antigen yang potensial. Tujuan utamanya adalah membentuk antigen untuk meningkatkan sistem imun,” kata Wien.

(Kata “Corona ” berasal dari bahasa Latin yang artinya crown atau mahkota. Ini sesuai dengan bentuk Coronavirus itu sendiri yang dilihat dengan menggunakan mikroskop nampak seperti mahkota (lihat gambar).

Bentuk mahkota ini ditandai oleh adanya “Protein S” yang berupa sepatu, sehingga dinamakan spike protein, yang tersebar di sekeliling permukaan virus (tanda panah). “Protein S ” inilah yang berperan penting dalam proses infeksi virus terhadap manusia.

Gambar mikroskop Coronavirus. Diambil dari home page Queen University Belfast, UK. Tampak pada panah “Protein S ” disekeliling permukaan virus sehingga membuat bentuk virus seperti mahkota. Lipi.go.id, 2003).

Tahapan Uji Klinis

Kendati demikian, kata Wien, proses pengembangan vaksin hingga dapat diproduksi massal dan digunakan pada manusia dengan benar-benar aman membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ada beberapa tahapan uji klinis yang harus dilakukan untuk memastikan vaksin bekerja dengan efektif dan aman.

“Ada banyak aspek yang harus dibahas. Kita tidak hanya mengembangkan kandidat vaksin itu sendiri, namun ada pula pemilihan partner penelitian yang tepat, dan uji pra klinis. Jika memang semua bagus maka baru bisa lanjut ke uji klinis tahap satu,” ujar Wien.

Menurut Wien, pada uji klinis tahap satu, vaksin siap diujikan ke manusia untuk melihat keamanan vaksin dan dosis yang tepat. Pada tahap ini biasanya diujikan ke 45 relawan untuk kemananan dan pengujian dalam dosis berbeda agar diketahui dosis mana yang lebih tepat dan lebih aman.

Wien mengatakan, pada tahap ini juga dievaluasi respon kekebalan apakah antibodi sudah dapat diperoleh.

Tahap kedua uji klinis vaksin ditujukan untuk melihat efisiensi vaksin pada lebih banyak relawan dengan rentang usia yang lebih luas. Jika uji klinis ini berhasil, maka vaksin masih harus melalui uji klinis tahap tiga, yaitu evaluasi reaksi tubuh relawan terhadap vaksin.

Tahap ketiga, menurut Wien, kita melihat apakah respon kekebalan yang diharapkan sudah sesuai. Apakah dari vaksin tersebut sudah diperoleh antibodi yang menetralisir virus.

Jika tahapan-tahapan tersebut berhasil, barulah vaksin dapat dilisensi agar selanjutnya dapat diproduksi dan dipasarkan secara massal dengan prosedur penggunaan yang aman.

Vaksin yang dikembangkan LIPI saat ini merupakan vaksin pengembangan tingkat lanjut. “Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika vaksin yang sudah dikembangkan ternyata kurang efektif,” katanya.*

  • Bagikan