Suaraindo.id- Mungkin kita pernah mendengar banyak berita tentang mudahnya mendapatkan kembali barang hilang di Jepang, semisal dompet atau ponsel, yang bahkan tidak membutuhkan waktu lama untuk kembali ke pemiliknya.
Memang, kejujuran jadi faktor menentukan pengembalian barang hilang, tetapi Jepang juga memiliki sistem pengembalian barang yang rapi dan salah satu yang terbaik di dunia.
Apa yang membuat sistem pengembalian barang hilang Jepang begitu efektif?
Dilansir dari Great Big Story, 26 Agustus 2020, mudahnya melaporkan kehilangan barang adalah salah satu faktor.
Jika kita menemukan barang seseorang kita bisa melaporkannya ke pos polisi terdekat yang disebut Koban, yang bisa ditemukan di setiap sudut kota.
“Jika seseorang mengantarkan barang hilang ke kami, kita akan menulis laporan untuk pengembaliannya ke pemilik,” kata Yuga Umezawa, petugas polisi di pos polisi Ikebukuro.
“Bahkan jika itu barang kecil dan tidak terlalu berharga,” kata Umezawa.
Umezawa mengaku Koban tempat dia berdinas menerima sekitar 30 barang hilang per hari selama hari kerja.
Setelah dilaporkan, barang hilang itu akan disimpan di kotak penyimpanan kantor polisi selama dua pekan. Jika tidak ada yang mengklaim, barang akan dibawa ke pusat barang hilang di Bunkyo Ward di Tokyo, sebuah gedung enam lantai yang bisa menyimpan 900.000 lebih barang.
Ketika Maithilee Jadeja, mahasiswa asing berusia 20 tahun, melaporkan ponselnya yang hilang ke polisi pada Februari 2017, dia samar-samar ingat lokasi kehilangannya. Barangnya hilang di dekat puncak Gunung Aso, gunung api aktif terbesar di Jepang.
Ponsel Jadeja terjatuh saat mengambil foto. Dua bulan kemudian, di Kyoto, Jadeja mendapat surat dari polisi di Prefektur Kumamoto yang jaraknya lebih dari 500 KM. Seorang pejalan kaki telah menemukan teleponnya dan menyerahkannya. Layarnya rusak di beberapa bagian. Bagaimanapun, Jadeja lega ponselnya telah kembali.
Dikutip dari Al Jazeera, Mark D West, penulis “Law in Everyday Japan: Sex, Sumo, Suicide, and Statutes”, dan dekan Fakultas Hukum Universitas Michigan menggambarkan Jepang sebagai surga barang hilang.
“Jepang memiliki undang-undang yang berkembang dengan baik, orang-orang tahu ada biaya pencarian yang terlibat dengan pengembalian, dan mereka tahu untuk mengembalikan barang ke Koban atau kotak kepolisian, dan dapat ditemukan di department store,” kata West.
Toshinari Nishioka, mantan polisi yang mengajar di Kansai University of International Studies, mengatakan bahkan ketika seorang anak menyerahkan sejumlah kecil uang, petugas polisi tetap akan menjalani prosedur yang sama.
“Sekalipun hanya satu atau lima yen, petugas akan menganggapnya serius dan mengatakan kepadanya: ‘Kamu melakukan pekerjaan dengan baik’. Polisi melakukan ini untuk menumbuhkan harga diri dan rasa pencapaian anak. Tugas polisi bukan hanya menindak kriminal, mereka juga berusaha meningkatkan perbuatan baik bagi masyarakat setempat,” kata West.
Orang tua dan guru mengajari fungsi Koban saat melaporkan barang yang hilang dan sudah ditemukan. Sebagian besar anak-anak di Jepang pasti pernah pergi ke Koban, atau setidaknya tahu di mana tempatnya.
“Sistem pencarian barang hilang kami didaftarkan secara online,” ujar Yukiko Igarashi, kepala pusat barang hilang Jepang, kepada Great Big Story.
Lalu bagaimana jika barang hilang tidak diklaim? Yukiko mengatakan barang yang tidak diklaim akan menjadi milik pemerintah Tokyo.
Tahun lalu orang-orang menyerahkan total 3,88 miliar yen (Rp 534,4 miliar) ke pusat barang hilang, kata Yukiko, dan sekitar 2,84 miliar yen (Rp 391,2 miliar) sudah dikembalikan ke pemiliknya dengan rata-rata pengembalian uang tunai sekitar 73 persen.
Yukiko mengatakan alasan tingginya pengembalian barang di Jepang karena orang Jepang memiliki kebiasaan mengembalikan barang hilang ke polisi. Kebiasaan ini sudah diajarkan oleh keluarga dan guru sejak masa kanak-kanak dan mengakar dalam budaya Jepang.