Suaraindo.id–Natalia Thomas tinggal di Arlington, Virginia. Selama 14 tahun ia telah bekerja sebagai juru tulis di sebuah pengadilan. Namun ketika pandemi merebak di Amerika pada musim semi 2020, secara tidak terduga ia di-PHK.
“Tentu saja saya terkejut, siapa pun akan terkejut! Saya telah bekerja begitu lama setiap hari. Saya tahu semua hal, semua orang mengenal saya, dan saya sangat menyukai pekerjaan saya. Tetapi kemudian semuanya hilang begitu saja!”
Natalia diberitahu bahwa karena kebijakan lockdown – atau penghentian sebagian kegiatan dan penutupan wilayah – serta karantina, pengadilan hanya akan beroperasi secara terbatas dan pekerjaannya tidak lagi dibutuhkan.
“Saya melihat dokumen daftar riwayat hidup atau CV saya dan berpikir, apa yang dapat saya lakukan? Apa yang dapat saya lakukan saat pandemi, ketika berlaku kebijakan lockdown di mana semua orang ada di rumah? Saya menyadari daftar keahlian yang saya miliki tidak cukup,” katanya.
Menurut badan yang mengurusi pensiun AARP, banyak perempuan di atas usia 40 tahun kini bernasib seperti Natalia Thomas.
“Empat puluh satu persen pekerja perempuan telah mengalami semacam penangguhan dalam pekerjaan sejak awal tahun 2020. Empat belas persen karir perempuan yang berada di manajemen tingkat tengah dan perempuan yang berusia lebih tua telah benar-benar kehilangan pekerjaan mereka. Hampir 70% perempuan yang tidak bekerja ketika survei AARP dilakukan, akhirnya benar-benar di-PHK dalam enam bulan atua lebih; dan ini merupakan temuan yang sangat mengerikan,” ujar Wakil Presiden AARP Untuk Program Ketahanan Keuangan Susan Weinstock.
Menurut Biro Riset Ekonomi Nasional NBER, tingkat pengangguran saat pandemi meningkat pesat di kalangan pekerja. Namun tampaknya lebih berdampak negatif pada perempuan, ujar Patrick Button di Universitas Tulane.
“Dalam mengkaji hal ini saya membuat dokumentasi dengan membandingkan daftar riwayat hidup dan melakukan dokumentasi, di mana hasilnya banyak pihak lebih suka mempekerjakan perempuan yang lebih muda dibanding yang tua,” katanya.
Selain itu banyak pengusaha atau pemilik usaha khawatir mempekerjakan pekerja yang lebih berpengalaman akan membuat mereka mengeluarkan biaya yang lebih besar.
“Kami mendengar para pakar mengatakan mungkin ini bukan soal usia, tetapi soal upah. Para pengusaha atau pemilik usaha khawatir mempekerjakan pekerja yang lebih tua atau senior akan menjadi terlalu mahal karena mereka telah bekerja cukup lama sehingga mengharapkan gaji yang lebih tinggi dibanding mereka yang berusia lebih muda. Jadi kami mengatakan pada mereka : tanya! Cari tahu!” kata Susan.
Alasan lainnya adalah legislasi yang tidak sempurna. Amerika memiliki beberapa undang-undang terpisah tentang diskriminasi usia dan gender, tetapi masih belum dapat menggabungkan keduanya di pengadilan.
“Misalnya ada perusahaan yang mendiskriminasi perempuan yang berusia lebih tua. Kami menunjukkan bukti-bukti itu. Tetapi kami juga harus dapat membandingkan – dengan statistik – kasus perempuan yang lebih tua dan lebih muda, juga laki-laki yang lebih tua dan lebih muda,” kata Joanne Song McLaughlin di Universitas Buffalo.
Para pakar mengatakan ada sejumlah cara di mana pekerja dapat berusaha dan mengecoh potensi terjadinya diskriminasi.
“Kadang-kadang kita tidak perlu mengisi formulir di mana kita harus mengungkapkan tahun kelulusan dan ini dapat dilakukan ketika mengirim resume atau daftar riwayat hidup. Kita tidak perlu mencantumkan tahun lulus SMA. Jadi ini salah atu cara di mana orang tidak akan tahu usia kita hingga mereka benar-benar mewawancarai Anda,” papar Pattrick Button.
Hal lain yang mungkin dapat membantu menemukan pekerjaan baru adalah kesiapan untuk mempelajari ketrampilan baru. Natalia Thomas berhasil mendapatkan pekerjaan baru satu tahun setelah ia di-PHK dan hari ini ia bekerja sebagai juru tulis untuk dukungan teknis di sistem sekolah kabupaten Arlington. Perubahan karir itu sempat mengejutkannya, tetapi sekaligus menjadi kesempatan untuk belajar dan memulai sesuatu yang baru. [em/jm]