Suaraindo.id–Pengadilan Sri Lanka, Jumat (18/2), membebaskan dua mantan pejabat tinggi yang didakwa melakukan kelalaian sehubungan dengan serangan bom bunuh diri pada Minggu Paskah 2019 yang menewaskan 260 orang.
Mantan kepala polisi Pujitha Jayasundara dan mantan menteri pertahanan Hemasiri Fernando dibebaskan oleh pengadilan tinggi atas tuduhan bahwa mereka gagal mencegah serangan mematikan meskipun menerima peringatan intelijen yang spesifik dari badan-badan asing sebelum serangan itu.
Puluhan orang yang diduga telah menerima pelatihan senjata dan berpartisipasi dalam program-program indoktrinasi dua kelompok ekstremis Muslim setempat dituduh melakukan serangan itu. Kedua kelompok itu diduga telah mengikat janji setia dengan ISIS.
Tiga gereja dan tiga hotel mewah menjadi sasaran pengebom bunuh diri pada 21 April 2019 itu, menewaskan banyak warga yang sedang menghadiri acara-acara kebaktian Paskah, penduduk setempat, serta orang asing yang sedang sarapan di hotel-hotel tersebut.
Pertikaian antara presiden negara dan perdana menteri yang berasal dari dua partai politik yang berbeda, dipersalahkan atas kegagalan pemerintah untuk bertindak dalam menanggapi peringatan intelijen.
Uskup Agung Kolombo Kardinal Malcolm Ranjith telah berulang kali menyalahkan pemerintah Presiden Gotabaya Rajapaksa karena tidak mengambil tindakan terhadap mantan Presiden Maithripala Sirisena dan sejumlah pejabat tinggi lainnya karena gagal mencegah serangan itu.
Ranjith mengatakan konspirator sebenarnya dalam serangan itu masih buron dan mempertanyakan sikap pemerintah atas munculnya tuduhan bahwa beberapa anggota dinas intelijen negara itu tahu dan bahkan telah bertemu dengan setidaknya satu penyerang.
Polisi pekan ini menangkap aktivis Katolik Shehan Malaka Gamage, yang menuduh bahwa beberapa politisi dan pejabat mungkin memang sengaja tidak mengambil tindakan menjelang serangan itu meski menerima peringatan. Namun kemudian pengadilan membebaskannya dengan jaminan. [ab/uh]