Suaraindo.id–Seorang pejabat tinggi Iran mengatakan Senin (7/3) di Twitter bahwa negaranya sedang mencari “cara-cara kreatif” untuk memulihkan kesepakatan nuklirnya dengan negara-negara besar dunia. Pernyataannya tersebut muncul setelah menteri luar negeri Rusia mengaitkan sanksi-sanksi terhadap Moskow atas perangnya terhadap Ukraina dengan negosiasi yang sedang berlangsung.
Cuitan Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, itu menawarkan pengakuan tingkat tinggi pertama atas tuntutan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
”Para peserta perundingan Wina bertindak dan bereaksi berdasarkan kepentingan dan itu bisa dimengerti,” tulis Shamkhani. “Interaksi kami … juga semata-mata didorong oleh kepentingan rakyat kami. Oleh karena itu, kami mengevaluasi elemen-elemen baru dalam negosiasi itu dan akan mencari cara kreatif untuk mempercepat tercapainya solusi.”
Dalam beberapa hari terakhir, para perunding di Wina telah mengisyaratkan bahwa kesepakatan potensial sudah hampir tercapai karena badan pengawas nuklir PBB dan Iran telah menyetujui jadwal untuk mengungkapkan jawaban-jawaban atas pertanyaan lama tentang program nuklir Teheran.
Namun Lavrov pada hari Sabtu (5/3) mengatakan ia ingin “menjamin setidaknya pada tingkat menteri luar negeri” bahwa sanksi-sanksi AS tidak akan mempengaruhi hubungan Moskow dengan Teheran. Sikap itu menumbuhkan keraguan mengenai bisa pulihnya kesepakatan 2015, yang secara drastis membatasi usaha Iran memperkaya uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi ekonomi.
Pada hari Minggu (6/3), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut permintaan Lavrov “tidak relevan” karena kesepakatan nuklir dan sanksi-sanksi terhadap Moskow atas perang Ukraina merupakan dua hal yang “sangat berbeda”.
Sementara itu, surat kabar milik pemerintah, Tehran Times, pada hari Senin (7/3) menerbitkan sebuah artikel yang menyarankan agar rancangan kesepakatan nuklir di Wina memungkinkan Iran untuk “tetap menyimpan sentrifugal-sentrifugal canggih dan bahan nuklirnya di dalam negeri.”
Ini adalah “suatu bentuk jaminan yang melekat untuk memastikan bahwa program nuklirnya sepenuhnya dapat diaktifkan kembali jika AS mengingkari komitmennya lagi,” kata surat kabar itu, tanpa menyebutkan sumber informasi tersebut.
Kesepakatan nuklir 2015 menuntut Iran menempatkan sentrifugal-sentrifugal canggihnya di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sementara membatasi pengayaannya pada tingkat kemurnian 3,67% dan persediaan uraniumnya hingga 300 kilogram.
Pada 19 Februari, IAEA mengatakan persediaan uranium Iran hampir 3.200 kilogram. Sejumlah persediaan itu telah diperkaya hingga kemurnian 60%. [ab/ka]