Suaraindo.id—Buram, netra sedikit pedih mengerjab menghalau tetes air. Muntahan air langit deras sedikit perih ketika menyentuh kulit. Tanganku sudah memutih menahan dingin namun hujan pun tak kunjung reda. Entah berapa kilometer yang sudah dilalui dalam tirai badai. Kelepak jas hujan berkibar seakan menyapa senja yang kelabu.
Mereka bilang kami gila. Dengan arogansi nyata mematikan semangat berkarya. Perubahan seakan hal tabu dan kecerdasan adalah sebuah aib. Katak dalam tempurung adalah yang mereka inginkan. Pasif menerima garis nasib dan hanya menyanyikan lagu setuju pada setiap titah yang ada.
Bagai rumput liar yang tak elok di taman, dengan sekuat tenaga di cabut dan dicampakkan. Tergeletak seakan tak berharga dan tak mempesona. Mereka lupa bahwa kehidupan dan kematian adalah hak sang Pencipta. Rumput liar bermandikan hujan, akarnya bertahan meraih harapan. Tumbuh menghampar ditanah lapang, berteman dengan keceriaan anak-anak yang berlari riang. Yang terbuang akan menjadi pemeneng ditangan yang tepat.
Bibir membiru namun gelak tawa sedari tadi menguar diudara. Tubuh kami menggigil namun jiwa kami menghangat dalam ketulusan beriktiar demi mengangkat harkat keluarga, bermacam tantangan pun tak pernah kami hiraukan.
Kami bergembira di tengah hujan, menikmati anugerah Sang pemilik alam. Setiap detik perjalanan terasa istimewa. Saling menjaga dan melengkapi dengan setulus hati. Walau raga telah terpisah namun hati semakin kuat untuk saling menyayangi. Kami adalah kami, dua insan yang tetap percaya adanya pelangi setelah badai. Allah Maha Pengasih dan Penyayang, kami yakin setelah adanya ujian akan datang kebahagiaan yang menjadi impian.
#Salam Anak Sobekan
#Belum Pulang Sebelum Selesai