Laporan Ungkap Bagaimana China Hukum Warga yang Terlibat dengan PBB

  • Bagikan
Jimmy Lai, seorang penerbit pro-demokrasi di Hongkong, tampak berjalan melalui lorong penjara Stanley di Hong Kong pada 28 Juli 2023. (Foto: Louise Delmotte/AP Photo, arsip)

Suaraindo.id– China termasuk di antara beberapa pemerintah asing yang membalas orang-orang yang terlibat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menurut sebuah laporan yang dirilis minggu ini oleh kantor Sekretaris Jenderal PBB.

Laporan tersebut menyoroti betapa kerasnya Beijing berusaha membungkam para pengkritiknya, menurut Sophie Richardson, seorang pakar hak asasi manusia di China.

“Mekanisme [PBB] ini adalah satu-satunya mekanisme yang tersedia bagi orang-orang di China, setidaknya di atas kertas, untuk memberikan sedikit ganti rugi atau keadilan atas pelanggaran hak asasi manusia yang telah mereka alami atau yang telah dialami oleh komunitas tempat mereka bekerja,” kata Richardson kepada VOA.

Ia mengatakan pihak Pemerintah China berusaha untuk membungkam. “Itulah sebabnya Anda melihat pemerintah China berusaha keras untuk membungkam orang-orang yang hanya mencoba menyampaikan laporan kepada beberapa pakar atau badan hak asasi manusia ini,” kata Richardson.

Richardson, mantan direktur China di Human Rights Watch, saat ini menjadi peneliti tamu di Universitas Stanford.

Pria asal New York Dituduh Memata-matai Pembangkang China
Laporan tahunan tersebut mencatat pembalasan pemerintah terhadap orang-orang yang terlibat dengan PBB. Selain China, negara-negara lain yang disebutkan dalam laporan tersebut termasuk Kolombia, India, Nikaragua, Filipina, dan Rusia.

“Dalam dunia yang saya inginkan, pemerintah yang dirujuk dalam laporan pembalasan ini seharusnya tidak menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia,” kata Richardson, yang berdomisili di Washington. China saat ini merupakan anggota Dewan HAM PBB di Jenewa.

Kedutaan Besar China di Washington, serta kantor-kantornya di PBB di New York dan Jenewa, tidak membalas email VOA yang meminta tanggapan mereka atas laporan PBB itu.

Salah satu insiden yang termasuk dalam bagian China dalam laporan tersebut adalah pelecehan terhadap dua anggota tim hukum internasional yang mendukung Jimmy Lai, seorang penerbit pro-demokrasi di Hong Kong.

Lai diadili di Hong Kong atas tuduhan keamanan nasional yang secara luas dipandang bermotif politik. Pria berusia 76 tahun itu berada di penjara setelah divonis bersalah dalam kasus-kasus lain yang juga dipandang para pendukungnya sebagai kasus-kasus palsu.

Anggota tim hukum Lai telah menghadapi ancaman pembunuhan dan pemerkosaan, serta upaya oleh sumber yang tidak dikenal untuk meretas email dan rekening bank mereka, menurut laporan tersebut.

Sebastien Lai berterima kasih kepada PBB karena telah mengungkap kasus ayahnya. “Taktik intimidasi ini tidak akan berhasil. Saya tidak akan beristirahat sampai ayah saya dibebaskan,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Caoilfhionn Gallagher KC, seorang pengacara yang memimpin tim hukum internasional Jimmy, juga mengutuk serangan tersebut.

Tindakan balasan tersebut “secara pribadi tidak menyenangkan dan menyedihkan,” kata Gallagher dalam sebuah pernyataan. “Namun, tindakan tersebut juga merupakan serangan terhadap profesi hukum dan sistem hak asasi manusia internasional,” tukasnya.

Tindakan balasan tersebut mempersulit Jimmy Lai untuk menggunakan mekanisme PBB untuk mencapai keadilan dalam kasusnya, kata Gallagher.

Pemerintah Hong Kong telah mencoba untuk menyatakan bahwa tim hukum tersebut mencampuri proses peradilan Hong Kong dengan membawa kasusnya ke mekanisme hak asasi manusia PBB, menurut laporan tersebut.

“Itu sangat bertentangan dengan kewajibannya berdasarkan hukum internasional,” kata Richardson.

Pada hari Kamis, tim hukum internasional Lai mengajukan permohonan mendesak kepada pelapor khusus PBB tentang penyiksaan. Permohonan tersebut menimbulkan beberapa kekhawatiran, termasuk bahwa penerbit lansia tersebut telah berada dalam sel isolasi sejak akhir tahun 2020 dan bahwa warga negara Inggris tersebut telah ditolak aksesnya ke perawatan medis independen, menurut pernyataan dari tim hukumnya.

Sidang Lai dimulai pada Desember 2023. Awalnya diperkirakan akan berlangsung sekitar 80 hari, tetapi sekarang diperkirakan akan dilanjutkan pada November.

Kelompok kebebasan pers menyebut persidangan itu palsu, dan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah menyerukan pembebasannya segera. Namun, pejabat Hong Kong mengatakan bahwa ia akan menerima persidangan yang adil.

Insiden lain yang dikutip dalam laporan PBB termasuk kasus Cao Shunli, seorang pembela hak asasi manusia yang berbasis di Beijing yang ditangkap setelah upaya untuk terlibat dalam tinjauan berkala universal atas catatan hak asasi manusia China di Dewan Hak Asasi Manusia. Cao meninggal dalam tahanan pada 2014.

Kasus lainnya adalah kasus aktivis yang bermarkas di Beijing, Li Wenzu dan Wang Quanzhang, yang sudah menikah. Pasangan tersebut menghadapi pembalasan yang signifikan, termasuk pengawasan dan pengusiran polisi, dan putra mereka tidak dapat mendaftar di sekolah karena tekanan dari otoritas negara, kata laporan tersebut.

“Jika seseorang membaca kasus-kasus ini, Anda akan merasakan risiko apa — risiko yang tidak dapat dipercaya — yang diambil orang untuk melakukan pekerjaan semacam ini,” kata Richardson.

Laporan tersebut tidak menyebutkan insiden spesifik yang melibatkan orang Uighur atau Tibet. Namun, Richardson mengatakan ketidakhadiran mereka menggarisbawahi betapa sulitnya bagi beberapa kelompok untuk mengakses mekanisme PBB sejak awal, serta bagaimana beberapa orang mungkin terlalu takut untuk melaporkan insiden tersebut ke PBB.

Pemerintah China telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang parah terhadap kedua kelompok etnis tersebut, menurut berbagai laporan. Banyak pemerintah dan organisasi hak asasi manusia internasional menuduh Beijing melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap suku Uighur, yang dibantah oleh pemerintah China

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Penulis: Suarakalbar.co.idEditor: Redaksi
  • Bagikan