Indonesia Apresiasi Gencatan Senjata Hamas-Israel, Namun Pakar Pesimis Implementasinya

  • Bagikan
Orang-orang berjalan melewati kios-kios yang menjual barang di tengah reruntuhan bangunan yang hancur selama serangan Israel sebelumnya, di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan, tanggal 15 Januari 2025.SUARAINDO.ID/SK

Suaraindo.id – Indonesia menyambut baik tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada Rabu malam (15/1/2025). Gencatan senjata ini diharapkan dapat segera dilaksanakan secara komprehensif guna menghentikan kekerasan lebih lanjut dan mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Namun, sebagian pakar mengungkapkan keraguan mengenai implementasi kesepakatan tersebut.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, dalam pernyataan melalui akun Twitter pada Kamis (16/1/2025), menegaskan bahwa langkah selanjutnya setelah kesepakatan ini adalah memastikan pelaksanaan gencatan senjata secara efektif. Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia berharap gencatan senjata ini akan menjadi momentum untuk mendorong perdamaian yang lebih stabil di Palestina, yang hanya dapat terwujud melalui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina, sesuai dengan solusi dua negara yang telah disepakati oleh masyarakat internasional.

“Indonesia juga siap berkontribusi dalam upaya pemulihan kehidupan bermasyarakat di Gaza melalui bantuan kemanusiaan, dukungan terhadap peran UNRWA, dan rekonstruksi Gaza,” kata Retno.

Hasbi Aswar, pengamat hubungan internasional dari Universitas Islam Indonesia, menyebut kesepakatan gencatan senjata ini sebagai pencapaian positif karena bisa membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza. Namun, ia pesimis Israel akan mematuhi kesepakatan tersebut. Menurutnya, Israel tidak ingin keluar dari Gaza dan berupaya membentuk pemerintahan sipil yang pro-Israel, sementara Hamas yang berkuasa di Gaza dianggap sebagai ancaman.

“Israel ingin menciptakan pemerintahan yang tidak Islamis di Gaza, dan mereka mengajak Fatah untuk memerintah. Namun, Fatah dan Hamas sudah sepakat untuk membentuk pemerintahan persatuan,” ujarnya.

Mohamad Rosyidin, pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponegoro, juga menyatakan keraguan serupa. Ia menilai bahwa meskipun gencatan senjata ini dapat memberikan jeda sementara dari konflik, perdamaian abadi sulit terwujud karena Israel tidak menerima solusi dua negara, yang merupakan solusi ideal untuk menyelesaikan konflik di kawasan.

Sebagai bagian dari upaya mendorong perdamaian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak agar proses hukum yang telah dimulai, termasuk di Mahkamah Internasional (ICJ), dapat terus dilanjutkan tanpa hambatan. Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, menekankan pentingnya dukungan internasional dalam mendorong kemerdekaan Palestina tanpa ada intervensi dari negara besar, seperti Amerika Serikat, yang bisa menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB.

Kesepakatan ini juga mencakup pembebasan sebagian sandera yang ditahan oleh Hamas sejak 7 Oktober 2024 dan pembebasan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel. Presiden Amerika Serikat Joe Biden berharap, selain menghentikan pertempuran, gencatan senjata ini akan membuka jalan bagi masuknya bantuan kemanusiaan internasional yang sangat dibutuhkan oleh warga Palestina.

Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dalam konferensi pers di Doha, menyampaikan bahwa gencatan senjata akan mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025). Pihaknya, bersama Mesir dan Amerika Serikat, akan terus memonitor pelaksanaan kesepakatan ini.

Kesepakatan ini memberikan harapan baru bagi Gaza, namun tantangan besar tetap ada dalam memastikan keberlanjutan gencatan senjata dan tercapainya perdamaian yang lebih permanen di kawasan tersebut.

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  • Bagikan