Suaraindo.id – Banjir, tanah longsor, dan tanah bergerak kembali melanda berbagai wilayah di Indonesia pada awal Desember 2024. Kejadian bencana alam ini menunjukkan betapa rentannya wilayah-wilayah tertentu di tanah air terhadap perubahan cuaca ekstrim. Salah satunya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang dilanda banjir akibat luapan Sungai Cimandiri setelah diguyur hujan selama dua hari berturut-turut. Kerugian materiil sangat besar, bahkan tak sedikit korban jiwa berjatuhan. Hingga Sabtu (7/12/2024), 10 orang dilaporkan meninggal dunia dan beberapa lainnya masih dalam pencarian.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPBD Kabupaten Sukabumi, tercatat lebih dari 328 titik bencana yang tersebar di 39 kecamatan, mencakup banjir, tanah longsor, hingga tanah bergerak yang menghancurkan rumah dan memutuskan jalur transportasi. Di Kecamatan Simpenan, tanah longsor menyebabkan kerusakan pada rumah warga, memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sementara itu, di Kecamatan Ciemas, tanah longsor menutup jalan utama, menghambat akses transportasi vital.
Tidak hanya di Sukabumi, bencana serupa juga terjadi di wilayah lain. Di Kabupaten Pandeglang, Banten, luapan Sungai Cilemer menyebabkan banjir yang merendam rumah hingga hampir dua meter. Sebanyak 202 warga terpaksa mengungsi ke posko darurat, sementara jalan utama terputus. Tidak lama setelah itu, tanah bergerak juga terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, merusak rumah dan bangunan di 15 kecamatan.
Keterlibatan Manusia dalam Kerusakan Alam Di balik bencana alam yang terjadi, ada faktor penting yang harus diperhatikan: keterlibatan manusia dalam merusak lingkungan. Kunjungan Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti, menyoroti masalah ini. Ia menjelaskan bahwa pengerukan sungai dan pemulihan kondisi alam menjadi perhatian banyak lembaga dan kementerian. Bahkan, 12 ekskavator dan alat berat dikerahkan untuk mengatasi pendangkalan sungai Cipelabuhan yang disebabkan oleh sedimentasi.
Lebih lanjut, gundulnya hutan di sekitar kawasan longsor juga menjadi faktor penyebab utama. Hutan yang berfungsi sebagai penahan air dan pencegah longsor telah habis ditebang, meninggalkan tanah yang mudah longsor saat hujan deras dan angin kencang. Aktivitas penebangan hutan yang tidak terkontrol ini, yang salah satunya disebabkan oleh kepentingan ekonomi dan kapitalisme, memperburuk kerusakan alam dan meningkatkan frekuensi bencana.
Peringatan dari Allah Dalam konteks ini, kita mengingat firman Allah dalam Surah Ar-Rum ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia”. Bencana yang terjadi bukanlah semata-mata akibat gejala alam biasa, melainkan juga akibat kelalaian dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Dalam sistem kapitalisme, eksploitasi alam dilakukan dengan bebas, tanpa memperhatikan kelestariannya. Hutan digunduli, sungai-sungai dikeruk, dan alam diperjualbelikan demi keuntungan semata.
Namun, Allah juga memberi peringatan dalam ayat selanjutnya, “agar mereka merasakan akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Bencana ini bisa dianggap sebagai teguran bagi umat manusia agar kembali memperbaiki perilaku dan hubungan dengan alam sesuai dengan syariat-Nya.
Solusi dalam Islam: Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Kemashlahatan Umum Islam memberikan solusi yang berbeda dalam mengelola alam dan sumber daya alam. Dalam sistem pemerintahan Islam, alam dan kekayaan sumber daya alam, termasuk hutan dan sungai, merupakan milik umum yang tidak boleh diprivatisasi atau dimonopoli oleh segelintir pihak. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat alam dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, tanpa merusak keseimbangan ekosistem.
Pemimpin dalam sistem Islam memiliki peran sebagai pelindung rakyat. Seperti yang dikatakan Umar bin Khattab, pemimpin adalah “ra’in” (pengurus) yang bertanggung jawab atas kesejahteraan umat. Dalam sejarah Islam, ketika Madinah diguncang gempa, Umar menegur rakyatnya, mengingatkan mereka akan pentingnya menjauhi maksiat dan memperbaiki diri agar terhindar dari adzab Allah.
Penutupan Bencana alam yang melanda berbagai wilayah di Indonesia mengingatkan kita akan pentingnya pengelolaan alam yang bijaksana dan bertanggung jawab. Kerusakan alam yang diakibatkan oleh ulah manusia bukan hanya merugikan diri kita, tetapi juga menambah beban generasi mendatang. Sudah saatnya kita kembali kepada prinsip-prinsip yang diajarkan dalam agama, menjaga alam sebagai amanah yang diberikan oleh Tuhan, agar kehidupan kita tetap seimbang dan berkelanjutan
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS