Kuberi Satu Permintaan

  • Bagikan

Kuberi Satu Permintaan
Penulis : Dani Hotron Tampubolon

Jakarta, 21/05/2023- Alkisah, suatu ketika diadakan kontes jin diikuti oleh jin dari tiga negara : Mesir, Jepang, dan Indonesia.

Masing-masing Jin menunjukkan kebolehannya. Jin Mesir, dalam seketika piramida lenyap. Jin Jepang, Gunung Fuji, lenyap. Tiba saatnya giliran Jin Indonesia unjuk kebolehannya.

Jin Indonesia tampak tergopoh-gopoh kesulitan membawa setumpuk kertas, tingginya hampir melampaui tinggi badannya dan dalam sekejap semua berkas hilang menguap, tak berbekas.

Suasana tampak hening, Jin Mesir dan Jin Jepang tampak sinis merendahkan kemampuan Jin Indonesia yang hanya mampu menghilangkan setumpuk kertas.

Di luar dugaan, tepuk tangan penonton riuh membahana, berdecak kagum menyaksikan kemampuan Jin Indonesia :

“Kasus korupsi, hilang”, ucap Jin Indonesia menjelaskan.

Jin Mesir dan Jin Jepang takjub memberi hormat karena keajaiban yang dipertontonkan Jin Indonesia.

***

Di lain kisah, lagi-lagi Jin Indonesia unjuk kebolehan. Kali ini, dengan seorang pemuda. Pemuda itu tampak kesal setelah dalam wawancara lamaran pekerjaan dimintai sejumlah uang oleh oknum perusahaan tempatnya melamar.

Secara tidak sengaja, dalam perjalanan pulang, pemuda itu menyentuh dengan kaki lampu khas Aladin, membuat Jin Indonesia keluar dari sarangnya.

“Kuberi satu permintaan”, ucap sang Jin.

“Korupsi, pungli, sogokan, hilang dari muka bumi”, jawab si pemuda dengan nada ketus.

Dengan santainya sang Jin menjawab :

“Bisa diatur, wani piro”

Negeri Ironi

Dua kisah di atas adalah parodi bernada satir dan sarkas yang diperankan oleh Teguh Sugiarto dalam iklan salah satu merek rokok dalam negeri.

Dalam kaca mata sederhana, dua kisah di atas menjadi sebuah ironi di sebuah negara bernama Indonesia.

Pertama, kasus korupsi benar-benar hilang.

Kedua, jangankan manusia, jin pun sudah ikut korupsi di Indonesia :

“Bisa diatur, wani piro”, ucap sang Jin.

Perilaku koruptif sudah merasuki hampir semua sendi-sendi kehidupan kita menembus batas usia dan waktu.

Orde Lama, korupsi dilakukan sembunyi-sembunyi. Orde Baru, sudah mulai berani korupsi di atas meja. Sekarang, meja-mejanya ikut dikorupsi.

Tidak heran, almarhum Ahmad Mubarok, salah satu anggota Dewan Pembina Partai Demokrat pernah berkata korupsi layaknya sebuah arisan.

“Ini arisan saja. Arisan nasib. Kemarin Demokrat, sekarang PKS, besok Golkar”, kata Mubarok di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Minggu (3/2/2013) saat dimintai tanggapan oleh wartawan atas kasus dugaan suap daging sapi impor yang menjerat mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, waktu itu.

Perilaku koruptif yang kita warisi dan sudah mendarah daging dapat berupa kecurangan, ketidakjujuran, ketidakdisplinan, atau perbuatan-perbutan buruk yang bertentangan dengan peraturan dalam kehidupan keseharian.

Kata almarhum Mubarok, watak politik kita adalah watak korupsi, masyarakat sendiri mendorong adanya korupsi.

Koruptor di Indonesia : Pembantu hingga Wakil Tuhan.

Teranyar adalah kasus korupsi yang menjerat salah satu Pembantu Presiden. Tidak tanggung-tanggung nilainya mencapai Rp. 8.000.000.000.000,-.

Jika kesulitan membaca, nilainya adalah diawali angka 8 diikuti 12 angka 0 dibelakangnya (dibaca : 8 triliun Rupiah).

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, Menteri adalah Pembantu Presiden (Pasal 1 ayat 2), berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (Pasal 3), bukan bertanggungjawab kepada rakyat, apalagi kepada Tuhan.

Mungkin itu sebabnya masih ada pembantu masih coba-coba korupsi. Pun “Yang Mulia Wakil Tuhan Di Muka Bumi” sudah ikut-ikutan korupsi mengikuti jejak Jin Indonesia:

“Bisa diatur, wani piro”.

Salah satu solusi, menurut almarhum Ahmad Mubarok, sistem harus diperbaiki. Sistem yang mana, mari kita renungkan bersama-sama.

Menurut saya, mari kita mulai dari diri sendiri. Kesadaran hukum akan melahirkan budaya hukum. Semoga kesadaran kita tidak melahirkan budaya koruptif.

Saat jari telunjuk kita mengarah ke orang lain, empat jari lainnya mengarah ke diri kita sendiri.

“Bisa Diatur, Wani Piro.Yang Penting Heppiii…..!”, tutup sang Jin.

“Djarum…Djarum…Djarum…76aamm”.

Penulis adalah pengangum Jin Aladin

  • Bagikan