Suaraindo.id – Warga Desa Pangkalan Buton, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, mengeluhkan pencemaran sungai yang diduga diakibatkan oleh aktivitas penambangan pasir. Kondisi ini telah berdampak serius terhadap kehidupan masyarakat, terutama pembudidaya ikan dan nelayan yang menggantungkan hidup dari sungai tersebut.
Pantauan warga, air sungai yang dahulu jernih kini berubah keruh dan berlumpur pekat. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menuturkan, perubahan kualitas air sungai membuatnya terpaksa menghentikan kegiatan budidaya ikan yang telah digelutinya sejak tahun 2022.
“Kondisi air di Sungai Pangkalan Buton, Gang Gemuruh dan sekitarnya sekarang seperti kopi susu. Saya sebagai pembudidaya ikan, sejak 2024 tidak bisa beroperasi lagi karena air sungai yang jadi sumber utama sudah tidak layak digunakan,” ujarnya, Minggu (11/5/2025).
Tak hanya pembudidaya ikan, nelayan yang biasa menangkap ikan di Sungai Gemuruh juga turut merasakan dampaknya. Menurutnya, hasil tangkapan para nelayan menurun drastis sejak aktivitas penambangan pasir diduga tanpa izin itu berlangsung.
“Kalau bicara soal izin, usaha saya punya izin resmi. Tapi aktivitas tambang ini merusak ekosistem sungai. Teman-teman nelayan cerita, tangkapan mereka sekarang hampir tidak ada, padahal sebelumnya cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,” sambungnya.
Warga berharap pihak berwenang segera mengambil langkah tegas untuk mengatasi persoalan ini. Mereka menilai, kerusakan lingkungan akibat tambang pasir sudah sangat merugikan masyarakat sekitar.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Perumahan, Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Kabupaten Kayong Utara, Wahono, menyarankan agar masyarakat segera membuat aduan resmi ke instansi terkait.
“Terkait pengaduan indikasi pencemaran sungai akibat aktivitas tambang pasir, warga dapat melapor ke layanan pengaduan lingkungan di Dinas Perkim LH KKU. Namun, karena kewenangan perizinan tambang berada di Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, laporan ini akan kami teruskan ke Dinas Lingkungan Hidup Provinsi untuk ditindaklanjuti,” jelas Wahono.
Ia menegaskan, pihaknya hanya memiliki kewenangan dalam pengumpulan data dan temuan lapangan, sementara penindakan lebih lanjut akan dilakukan oleh pemerintah provinsi.
Warga berharap aduan mereka tidak berhenti hanya pada pengumpulan data, tetapi benar-benar direspons dengan tindakan nyata untuk menyelamatkan ekosistem sungai yang menjadi sumber penghidupan mereka selama ini.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS