Faisal Basri Ungkap Modal RI Hindari Resesi Ekonomi

  • Bagikan
Faisal Basri. TEMPO/Jati Mahatmaji

Suaraindo.id– Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan Indonesia masih punya peluang terhindar dari jurang resesi apabila berhasil tumbuh positif pada triwulan III 2020. Catatannya, Covid-19 bisa segera dijinakkan.

Faisal melihat, separah-parahnya tekanan yang bakal dihadapi Indonesia, resesi yang mungkin terjadi tidak akan sedalam Singapura dan beberapa negara tetangga. Ia melihat masih ada waktu bagi Tanah Air menyiapkan beragam amunisi.

“Tumpuan Indonesia agar terhindar dari krisis lebih dalam adalah belanja pemerintah dan menahan laju penurunan konsumsi rumah tangga yang merupakan penopang utama perekonomian dengan sumbangan dalam PDB sebesar 57 persen,” ujar Faisal dalam tulisannya di faisalbasri.com, Sabtu, 18 Juli 2020.

Saat ini, Faisal melihat investasi yang merupakan penyumbang terbesar kedua pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa diandalkan karena dunia usaha fokus mempertahankan produksi yang ada.

Untuk itu, ia mengatakan perlunya berbagai macam bantuan kepada masyarakat yang rentan dari dampak Covid-19. Bantuan langsung tunai, Program Keluarga Harapan (PKH) yang yang dinaikkan nilai bantuannya dan diperluas jumlah penerimanya serta paket bantuan lainnya, menurut dia, sangat membantu menopang daya beli masyarakat.

Ekonomi Singapura sudah memasuki fase resesi karena dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi alias pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negatif. Pada triwulan kedua 2020 pertumbuhan PDB Singapura terjun bebas. Pertumbuhan ekonomi negeri Singa merosot 41,2 persen dibandingkan triwulan I-2020.

Faisal mengatakan sektor konstruksi yang menjadi andalan Singapura praktis tak bergerak akibat menciut sebesar 95,6 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu (year-on year) kemerosotan ekonomi Singapura hanya 12,6 persen. Walaupun lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan quarter-to quarter, kemerosotan dua digit itu dinilai mencerminkan kemerosotan yang cukup dalam.

Belum lagi tekanan dari ekspor impor di Singapura. Faisal mengatakan selama ini peranan ekspor barang dan jasa di dalam PDB Singapura sangat tinggi, yaitu sebesar 174 persen. Di sisi lain porsi impor dalam PDB lebih rendah yaitu 146 persen. “Jadi efek netonya negatif terhadap pertumbuhan,” ujar Faisal.

Menurut Faisal, Indonesia beruntung. Peranan ekspor barang dan jasa relatif rendah dan jauh lebih rendah dari Singapura, hanya 18,4 persen. Sementara itu, peranan impor hampir sama dengan peranan ekspor, yaitu 18,9 persen.

“Kebetulan juga impor merosot lebih dalam dari impor. Jadi kemerosotan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) justru positif buat pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan sumbangsih dalam meredam kemerosotan pertumbuhan,” ujar Faisal.

Pada 15 Juli lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menekankan Indonesia tidak bisa lagi berharap dari investasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. “Yang bisa diharapkan sekarang ini, semua negara hanya satu yang diharapkan yaitu belanja pemerintah, spending kita,” ujar Jokowi.

  • Bagikan