![]() |
Ilustrasi Harga Minyak Mentah. (Teras.id) |
Suaraindo – Harga minyak mentah AS, ditutup sekitar tiga persen lebih rendah pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB.
Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, turun 0,44 dolar AS atau 3,4 persen menjadi menetap pada US$ 12,34 per barel di New York Mercantile Exchange. Kontrak berjangka WTI anjlok 25 persen pada Senin kemarin.
Adapun patokan global minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni, naik US$ 0,47 atau 2,3 persen menjadi ditutup pada US$ 20,46 per barel di London ICE Futures Exchange. Sehari sebelumnya, kontrak berjangka Brent jatuh 6,8 persen. “Kehancuran permintaan telah meningkat di AS, tetapi pengurangan produksi baru saja dimulai,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Penurunan harga komoditas emas hitam ini di antaranya dipicu oleh kenaikan persediaan minyak mentah AS naik 10 juta barel dalam sepekan yang berakhir 24 April menjadi 510 juta barel. Kenaikan itu bila dibandingkan dengan ekspektasi para analis untuk kenaikan 10,6 juta barel, data dari kelompok industri, American Petroleum Institute, menunjukkan pada Selasa kemarin.
Pada minggu sebelumnya, persediaan minyak mentah naik 15 juta barel menjadi 518,6 juta barel, dalam jarak yang sangat dekat dengan rekor sepanjang masa yaitu 535 juta barel yang ditetapkan pada 2017, kata pemerintah AS. Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis data inventaris pada Rabu pagi waktu setempat.
Secara global, penyimpanan di darat diperkirakan sekitar 85 persen penuh pada pekan lalu, menurut data dari konsultasi Kpler. Sejumlah sumber menyebutkan pedagang minyak memilih untuk menyewa kapal AS yang mahal untuk menyimpan bensin atau mengirimkan bahan bakar ke luar negeri.
Regulator energi Texas pekan depan akan memberikan keputusan tentang proposal kontroversial untuk mengurangi produksi minyak negara bagian setelah menundanya karena kekhawatiran tentang tantangan hukum.
Ketika produksi minyak mentah AS terus turun, produsen-produsen lainnya saling berhadapan dengan perusahaan-perusahaan jasa mereka atas berakhirnya perjanjian pembelian. Casillas Petroleum Resource Partners, misalnya, menggugat Continental Resources karena mundur dari kesepakatan minyak dan gas senilai US$ 200 juta.
Kepala Eksekutif BP Bernard Looney mengatakan kepada Reuters perusahaannya memperkirakan permintaan minyak global akan turun sekitar 15 juta barel per hari (bph) pada kuartal kedua karena pembatasan pergerakan terkait virus. Angka itu lebih dari 10 juta barel per hari dari pemotongan yang disepakati oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan produsen sekutu lainnya. Pengurangan ini akan dilaksanakan mulai 1 Mei 2020.
Pasokan minyak OPEC pada April adalah yang tertinggi sejak Desember 2018, sebuah perusahaan yang melacak pengiriman minyak mengatakan, karena produsen memompa sesuka hati sebelum pembatasan pasokan diberlakukan.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pasar minyak akan mulai menyeimbangkan setelah kesepakatan produksi berlaku. Meski begitu, kenaikan harga yang signifikan diyakini tak akan terjadi dalam waktu dekat karena tingginya tingkat penyimpanan global.
“Meskipun upaya gila-gilaan untuk mengurangi produksi, pengurangan produksi lebih lanjut akan diperlukan dalam beberapa minggu mendatang sebelum harga terendah di seluruh kompleks betul-betul dipertimbangkan,” Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois, mengatakan dalam sebuah laporan.
Sebelumnya muncul harapan permintaan akan pulih setelah beberapa otoritas mengumumkan pelonggaran pembatasan terkait virus Corona. Setidaknya 16 negara bagian AS tampaknya akan memulai kembali bisnisnya, tetapi Inggris mengatakan terlalu berbahaya untuk mengendurkan karantina wilayah karena takut akan wabah kedua.
Sumber:Teras.id