Kritik yang Diabaikan DPR dalam Pengesahan Perpu Covid-19

  • Bagikan
Ilustrasi rapat di DPR. (Teras.id)

Suaraindo.id – Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang keuangan negara menghadapi Covid-19 atau Perpu Covid-19 menjadi undang-undang. Delapan fraksi lainnya menyatakan setuju untuk segera mengesahkan beleid itu sehingga rapat paripurna di Gedung DPR menyetujuinya, Selasa, 12 Mei 2020.

Sikap mayoritas wakil rakyat itu berseberangan dengan pendapat para ahli dan pegiat antikorupsi mengenai aturan ini. Para pakar memberikan sejumlah catatan terhadap pasal-pasal Perpu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020 itu. Berikut adalah pendapat sejumlah pihak ketika DPR belum mengesahkan Perpu Covid-19:
-Ekonom
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan Perpu Covid-19 membuka celah korupsi. Ia memperingatkan bahwa Perpu ini berpeluang ditunggangi penumpang gelap, baik pemerintah atau swasta. Pasal 16 Perpu memberikan Bank Indonesia kewenangan memberikan likuiditas jangka pendek kepada bank sistemik atau selain bank sistemik. Menurut dia, skema ini berpotensi mengulang skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. “Kalau tidak hati-hati, ini bisa mengulang kisah BLBI,” kata Bhima, 1 April 2020.

Pasal 27 memberikan imunitas bagi pejabat lembaga pemerintah di bidang keuangan. Pasal itu juga menyebutkan setiap pengeluaran negara dengan tujuan penyelamatan ekonomi saat pandemi Covid-19 tak dihitung sebagai kerugian negara. Menurut dia, pasal ini dibuat untuk membuat pemerintah kebal hukum.

-Pegiat antikorupsi
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan pasal 27 ayat 3 Perpu Covid-19 berbunyi keputusan yang diambil berdasarkan perpu, bukan obyek gugatan di PTUN. Menurut dia ketentuan itu akan menimbulkan pengistimewaan hukum. “Kalau bukan ke PTUN, lalu salurannya ke mana lagi? Jangan-jangan sama pengadilan negeri juga ditolak.”

Sejumlah pegiat antikorupsi khawatir keberadaan pasal imunitas dalam Perpu Covid berpotensi mengulang terjadinya skandal korupsi BLBI dan skandal Bank Century. “Nampaknya pemerintah tidak belajar dari perkara BLBI dan Century, kemudian memagari dirinya dengan pasal imunitas, itu berbahaya,” kata Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, M. Isnur, Kamis, 2 April 2020.

Menurut Isnur, keberadaan pasal tersebut menunjukan ada konflik kepentingan dalam pembuatan Perpu. Ia menilai pemerintah seolah memagari diri sendiri agar tak bisa dipidana bila kelak terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan Perpu itu. “Dalam konteks tata tertib, UU itu sangat diskriminatif. Sangat bertentangan dengan prinsip kepastian hukum,” ujar Isnur.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana juga mengkritik Pasal 27 yang juga menyebutkan bahwa biaya yang telah dikeluarkan pemerintah atau KSSK dalam pelaksanaan kebijakan pendapatan negara tidak dapat dihitung sebagai kerugian negara. Sebab, anggaran yang dikeluarkan merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelematan perekonomian dari krisis.

Ia menilai keberadaan pasal itu akan mempersulit aparat hukum mengusut bila terjadi penyelewangan. “ICW jelas menolak konsep absolut pemerintah ketika menyebutkan KSSK tidak bisa dipidana dan juga penanganan Corona ketika ditemukan potensi korupsi tidak bisa dikategorikan dengan kerugian negara,” ujar dia.

 -Peluru hampa anggota DPR
Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman menilai pembuatan Perpu mengenai APBN tak diperbolehkan konstitusi. Menurut Benny, penerbitan Perpu itu menunjukan ketertiban hukum sudah tidak ada. “Negara masih eksis, tapi tertib hukumnya runtuh dan kalau runtuh maka jadilah negara berdasarkan fasisme,” kata dia 28 April 2020.

Politikus PDIP Masinton Pasaribu awalnya juga mengkritik penerbitan Perpu Covid-19. Pada 18 April 2020, ia menilai tidak ada kekosongan hukum yang menjadi syarat penerbitan perpu. Selain itu, ia menilai ada penumpang gelap yang memanfaatkan Covid-19 untuk kepentingannya.

Politikus PKS, Nasir Djamil menyebut Perpu Covid-19 sudah didomplengi kepentingan pihak yang ingin cari untung di tengah wabah. Salah satu yang ia sorot mengenai penunjukan langsung dalam proyek pemerintah tanpa tender.
Sumber:Teras.id

  • Bagikan