Skenario New Normal Diprediksi Tak Banyak Pengaruhi Perekonomian

  • Bagikan
Presiden Jokowi mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dari Istana Bogor, Kamis, 26 Maret 2020. KTT ini digelar secara virtual untuk menghindari penularan virus corona.(Teras.id)

Suaraindo.id- Pekerjaan rumah besar menanti pemerintah di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah, kata Sri Mulyani Menteri Keuangan, tengah mempersiapkan detil skenario penerapan new normal tersebut, khususnya dari sisi desain kebijakan fiskal.

“Selama Covid-19 belum ditemukan obat atau anti virusnya, maka kita harus mampu menyeimbangkan untuk tetap menjaga kesehatan, namun juga tetap bisa menciptakan ruang interaksi sosial dan ekonomi,” kata Sri Mulyani, Selasa 2 Juni 2020.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan pelemahan konsumsi yang kemudian berdampak pada penurunan tingkat inflasi menjadi perhatian bank sentral. Tingkat inflasi Mei 2020 tercatat sangat rendah yaitu hanya sebesar 0,07 persen (month to month) atau 2,19 persen (year on year). “Tampaknya tren lemahnya inflasi masih akan terus berlanjut,” ujarnya.

Meski demikian, inflasi harga pangan ke depan tetap perlu diwaspadai akibat adanya potensi rantai pasokan global yang terganggu. “Namun harga barang di dalam negeri dipastikan tetap terkendali, begitu juga pasokannya tetap terjaga.” Bank sentral memperkirakan inflasi tahun ini pun masih akan berada dalam sasaran yang ditetapkan, yaitu berkisar antara 2-4 persen.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede berujar tren inflasi yang rendah serta konsumsi masyarakat yang melemah itu akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi 2020. “Pertumbuhan diprediksi akan kembali melambat dan berpotensi mengalami kontraksi sekitar -2 hingga -3 persen,” katanya.

Meski pemerintah telah merancang skenario normal baru, menurut Josua kebijakan itu belum akan banyak berpengaruh pada kinerja perekonomian. “Konsumsi masyarakat diprediksi belum akan pulih signifikan,” ujarnya. Tak hanya mengoptimalkan program bantuan sosial, dia mengatakan realisasi stimulus untuk dunia usaha juga perlu diprioritaskan. “Jika produktivitas kembali meningkat, pemulihan ekonomi Indonesia akan lebih cepat.”

Bank Dunia dalam laporan terbarunya menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksikan merosot hingga 0 persen atau tidak tumbuh sama sekali. Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia, Ralph Van Doorn mengatakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak April, Mei, dan awal Juni ini memukul perekonomian cukup telak.

Terlebih, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi secara massal. “Investasi juga melambat karena ketidakpastian terkait dengan infeksi virus dan upaya penanggulangannya,” ucapnya. Perlambatan ekonomi itu pun akan tercermin pada kinerja perdagangan, khususnya aktivitas ekspor-impor. “Impor akan jauh lebih cepat turun.”

Sumber:Teras.id

  • Bagikan