Jokowi: Perlu Segera Dibangun Sistem Ketahanan Kesehatan Global yang Baru

  • Bagikan
Presiden Jokowi dalam menghadiri Global COVID-19 SUMMIT secara virtual pada Kamis (23/9) dari Istana Kepresidenan Bogor menyerukan perlunya penataan ulang sistem ketahanan kesehatan global yang baru (biro pers)

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan Presiden Jokowi menekankan perlunya dibangun arsitektur sistem ketahanan kesehatan global yang baru sesegera mungkin. Hal tersebut, ujar Budi, disampaikan oleh Jokowi ketika menghadiri acara Global COVID-19 Summit secara virtual, Kamis (23/9) dari Istana Kepresidenan Bogor.

“Melihat bahwa sistem kesehatan dunia itu sifatnya tidak lokal, dengan adanya pandemi ini terlihat sekali bahwa sistem kesehatan satu negara sangat erat hubungannya dengan sistem kesehatan negara lain. Dan kalau kita melihat bahwa di sistem keuangan dunia sudah tertata secara global, arsitekturnya dengan baik, maka Indonesia merasa perlu bahwa arsitektur sistem kesehatan global juga ditata dengan baik,” ungkap Budi.

Lebih lanjut Presiden, ujar Budi, juga mengatakan perlunya membangun mekanisme global untuk sumber daya kesehatan yang bisa diakses oleh seluruh negara, terutama apabila negara-negara berkembang menghadapi krisis kesehatan. Ia mencotohkan bagaimana sistem ketahanan keuangan global yang selama ini telah dibangun melalui IMF terbukti bisa menyelamatkan kondisi keuangan suatu negara baik secara fiskal maupun moneter ketika sedang ada masalah.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam telekonferensi pers usai acara Global COVID-19 menyatakan Indonesia siap berkontribusi dalam tata ulang sistem ketahanan kesehatan global. (biro pres)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam telekonferensi pers usai acara Global COVID-19 menyatakan Indonesia siap berkontribusi dalam tata ulang sistem ketahanan kesehatan global. (biro pres)

“Indonesia merasa bahwa kita perlu membangun sistem support kesehatan secara global yang mirip dengan sistem support keuangan secara global seperti adanya IMF tersebut,” tuturnya.

Hal selanjutnya yang penting menurut Jokowi adalah perlunya menyusun sebuah protokol kesehatan yang memiliki standar internasional, agar seluruh aktivitas global seperti sistem transportasi, pertemuan atau acara lainnya dapat mengikuti standar protokol kesehatan yang sama. Hal ini menjadi perhatian utama Jokowi, mengingat Indonesia akan memegang Presidensi G20 pada tahun depan.

Tidak lupa, dalam acara ini, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi negara yang memiliki pusat vaksinasi dunia yang bisa memenuhi kebutuhan vaksinasi secara global.

“Indonesia juga berkomitmen untuk siap menjadi salah satu global hub manufacturing dari vaksin MRNA yang nantinya akan sangat dibutuhkan untuk memvaksinasi jutaan manusia di dunia. Indonesia menyatakan bahwa kita siap untuk menyusun arsitektur global sistem ketahanan kesehatan yang baru dan juga siap berkontribusi dan menyusun sistem keuangan yang bisa mensupport bila ada negara-negara berkembang yang mengalami masalah kesehatan di mana pun negara ini berada,” pungkasnya.

Presiden Jokowi diundang secara pribadi oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam acara Global COVID-19 Summit bersama empat kepala negara lainnya. (Biro Pres)
Presiden Jokowi diundang secara pribadi oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam acara Global COVID-19 Summit bersama empat kepala negara lainnya. (Biro Pres)

Kehadiran Jokowi dalam acara Global COVID-19 Summit atas undangan pribadi dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Dalam kesempatan ini, ujar Budi, Jokowi merupakan satu dari empat pemimpin dunia yang dipilih secara pribadi oleh Biden untuk memberikan masukan cara mengatasi pandemi COVID-19 ini.

Dalam acara tersebut, Biden sendiri menyampaikan tiga poin penting yang harus dilakukan oleh para pemimpin dunia saat ini. Pertama, seluruh pemimpin dunia harus berkomitmen untuk segera memvaksinasi umat manusia secepat-cepatnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri menargetkan 40 persen dari populasi dunia harus sudah divaksinasi tahun ini, dan 70 persen pada tahun depan. Kedua, Biden juga, kata Budi, mengajak seluruh pemimpin dunia untuk bersama-sama mempersiapkan seluruh alat kesehatan, obat-obatan dan hal penting lainnya yang dibutuhkan dalam masa pandemi COVID-19.

“Ketiga, kita harus mempersiapkan diri untuk membangun masa depan yang lebih baik, kita harus membangun arsitektur global ketahanan kesehatan dunia. Kita harus mempersiapkan bagaimana pembiayaan kesehatan dunia bisa ditata dengan lebih baik, sehingga kalau ada negara di dunia yang mengalami masalah kesehatan, bisa segera dibantu sama seperti kalau ada negara di dunia mengalami kesulitan keuangan bisa dibantu oleh badan internasional seperti IMF,” jelas Budi.

“Beliau (Biden) juga menekankan bahwa untuk membangun masa depan yang lebih baik, lebih siap menghadapi pandemi berikutnya, semua negara harus memiliki ketahanan kesehatan yang baik, bukan hanya negara maju, tapi juga negara-negara berkembang,” imbuhnya.

Penguatan Sistem Ketahanan Kesehatan Global

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan sebetulnya sistem ketahanan kesehatan global yang tertuang dalam international health regulation (IHR) sejak 2005 sudah memiliki fondasi yang cukup baik apabila terjadi krisis kesehatan seperti pandemi COVID-19. Namun, permasalahannya ia melihat selama ini sistem yang ada dalam IHR tersebut tidak diimplementasikan dengan baik sehingga ketika pandemi melanda tidak ada satu pun negara yang siap menghadapi krisis di bidang kesehatan tersebut.

Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)
Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

“Sebetulnya dunia sudah punya, di mana Indonesia meratifikasinya itu international health regulation (IHR) 2005 yang kita menemukan bahwa dalam masa pandemi ini banyak sekali celah-celah yang ada di IHR itu yang harus ditingkatkan atau ada juga yang sifatnya itu harusnya bisa dilaksanakan tapi tidak dilaksanakan, seperti misalnya masalah early detection atau pentingnya deteksi dini, lalu ada di situ bagaimana notifikasi kerja sama antar negara termasuk masalah membatasi penerbangan antar negara itu ada juga di situ,” ungkapnya kepada VOA.

Maka dari itu, menurut hematnya lebih baik sistem ketahanan kesehatan global dalam IHR diperkuat pasca pandemi COVID-19. Menurutnya, hal ini lebih mudah dibandingkan harus membuat suatu arsitektur sistem ketahanan kesehatan global yang baru, yang harus disepakati oleh banyak negara.

“Jadi kalau dalam pengamatan saya sekarang adalah penguatan sifatnya, kalau membangun itu bukan hal yang mudah, apalagi sesuatu yang harus disepakati oleh banyak negara itu bisa tahunan menghasilkannya. IHR 2005 revisi nya juga tahunan pada waktu itu. Pandemi SARS lah yang mempercepat revisi itu,” pungkasnya. [gi/lt]

  • Bagikan